Tuesday, April 3, 2007

Sharing, A wife without husband

 


 Air mata itu guruku hari ini…


 


#3. March, 19th 2007


 


Sungguh Allaah menjadikan airmata dan tawa itu silih berganti, agar hidup lebih disyukuri…


 


Hari ini hari terakhir liburanku di Bandung, weekend yang damaiiiii…..


Sebelum pulang dan kembali pada dunia hiruk pikuk yang menanti di Kota Udang kusempatkan singgah pada satu lagi, a wife without husband, yang padanya aku berguru menjadi isteri dan ibu yang lebih sholihah, hamba yang ridho atas Qadha dan Qadar-Nya.


 


Wajah dengan lingkar mata yang khas itu menyambutku di depan garasi. “ Alhamdulillah Bu nurul sudah ditunggu-tunggu nih. Saya kira mau pagi tadi membekam saya. Banyak pasien ya Bu?” suara Bunda Vira menggodaku.


Aku jadi malu karena ngaret berjam-jam, maklum selalu jadi ‘most wanted *bekamer’ kalau liburan di Bandung  .


 


Sebelum ‘prosesi Al-Hijamah’ berlangsung, kusempatkan bercengkrama dengan Vira, putri sulungnya yang juga murid ‘teladan’ku saat aku masih pegang kelas di Playgroup. Ku pandangi wajah penuh senyumnya, masih Vira yang dulu ku kenal. Sekilas memang tidak ada bedanya, namun sinar mata itu tidak bisa berbohong. Tetap berbinar, namun tidak secemerlang Vira yang dulu masih berayah. Ada titik binar yang meredup, walau begitu, aku yakin binarnya tidak akan pernah padam Insya Allaah.  


 


Masih hangat dalam ingatanku, Vira tidak menangis sedikitpun saat ayahnya berpulang 8 bulan lalu. Saat itu Vira punya jawaban genuine untuk pernyataan ataupun pertanyaan tentang kepergian ayahnya. “ Ayah kan sedang di panggil Allaah,” kata Vira yang saat itu masih 4 tahun. Mendengar itu, rasanya aku malu sekali dihadapan Allaah. Sepertinya anak umur 4 tahun  itu lebih mengenal Rabb nya dibanding aku yang sudah lewat  seperempat abad.


 


“ Ayo Bu Nurul, dikamar saja. Saya sudah siap di bekam. Biar Ade Sabar dengan uyutnya” Suara bunda Vira mengundangku masuk Aku sempatkan mencium kening Sabar sebelum masuk kamar. Bayi 7 bulan itu tersenyum padaku, sepertinya aku sedang melihat indahnya jannah di senyum Sabar. Damainya sampai di jiwa.


 


Selama prosesi Hijamah, seperti biasa ku buka lebar-lebar celah sempit itu. Celah yang selama 8 bulan terakhir ini pasti begitu menyesakkan dada Bunda. Celah yang sering membuatnya kehabisan udara segar untuk bernafas. Bagaimana Bunda bisa bernafas normal sementara suami tercinta mendadak ‘pergi’ tanpa isyarat apapun disaat ia sedang hamil 8 bulan. Ayah Vira terkena serangan jantung, hari itu juga meninggal dunia dalam dekapan isteri tercinta tanpa sempat dirawat di Rumah Sakit. Semua begitu cepat, berakhir begitu saja. Hanya sampai 28 tahun saja, Ayah Vira mengemban amanah-Nya di muka bumi. Waktu yang terlalu singkat. Semoga Allah memberkahi hidup dan matinya.


 


Kubiarkan sedikit demi sedikit celah itu terkuak. Tanpa komando Bunda Vira sudah mulai bercerita, mengalirkan sedikit gundahnya melalui celah itu.


“ Gimana ya Bu Nurul, Ngga ada Ayahnya, Vira sekarang bukannya semakin mandiri. Semakin bergantung pada saya. Tidak mau mengalah pada adenya. Bahkan waktu kemarin Vira dirawat di RS karena DB, saya harus bawa Sabar nginap di RS dan Vira tidak mau pisah dengan saya sampai sulit sekali untuk menyusui Sabar. Waktu itu setiap orang yang tidak kenal kami seperti suster dan dokter pasti menanyakan ayahnya. Sedih, hancur rasanya Bu Nurul.” Bunda Vira menahan ceritanya sesaat, ada beban luar biasa di pundaknya. “ Maaf ya Bu Nurul, kalau diteruskan nanti saya nangis”


 


Ku berikan anggukan kecil, namun celah itu masih ku buka lebar-lebar. Menangislah wahai Bunda, karena air mata itu Allaah ciptakan untuk melerai semua duka dan bebanmu. Untuk menyembuhkan luka-lukamu. Untuk mencabut rasa sakitmu. Untuk membasuh jiwamu yang letih.


 


“ Baru-baru ini Vira sering ingat ayahnya Bu Nurul. Sepertinya Vira sudah mulai memahami bahwa ayahnya di panggil Allaah tapi tidak akan di kembalikan-Nya lagi. Kalau lihat teman-temannya diantar papanya, Vira suka keceplosan pengen diantar ayahnya ke sekolah.” Bunda Vira mulai tersedu lembut. Ujung jarinya menyeka air mata yang jatuh satu-satu di pipinya. “ Apalagi kalau lihat salah seorang papa temennya yang mirip dengan Ayah Vira, Vira jadi sering melamun. Vira bilang, Ayah kalau pake kemeja seperti itu juga pasti gagah,” kali ini Bunda Vira tidak bisa menahan tangisnya. Ku biarkan tubuhnya terguncang dalam tangisnya.


 


Teruslah menangis Bunda, karena air mata itu salah satu hadiah dari Allaah, Rahmaan Rahiim-Nya.


 


Once you have reached the place of tears . . . it begins to shed tears. They flow without strain or effort to soften your heart, to raise your soul up again, to touch His Love and Mercy.


 


 Aku yakin mata air di matamu sudah ratusan kali mengalir deras, membanjiri sajadahmu. Yakinlah Bunda, air mata itu kelak menjadi saksi keridhoan serta keikhlasanmu menerima setiap Qadha dan Qadar atas dirimu dan keluargamu.  Air matamu laksana susu dan madu bagi jiwamu yang melahirkan kesabaran.  Bersyukurlah atas setiap tetes air mata dari-Nya, karena tidak setiap kita dianugerahi air mata sarat makna dan cinta-Nya      


Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. (At-Taubah 9 : 82)


That it is He Who granteth Laughter and Tears; (QS.An Najm (53):43)


 


Sungguh Allaah menjadikan airmata dan tawa itu silih berganti, agar hidup lebih disyukuri…


 


 


 


Mata yang berbinar sejatinya  adalah mata hati, yang sering menangis dihadapan-Nya, yang mampu memandang tidak sekedar dari mata mereka…


 


Ket: *  Bekam = Al-Hijamah


( Pengobatan Thibbun Nabawi dengan mengeluarkan darah kotor )


Bekamer alias Bekam practicioner alias tukang bekam 


 


 


 


 


A Poem for A wife without husband


 


Sometimes we do not feel
like we want to feel
Sometimes we do not achieve
what we want to achieve
Sometimes things that happen
do not make sense
Sometimes life leads us in directions
that are beyond our control


and remember that


though
things may be difficult now
but tomorrow is a new day...


 


 


 


          


 

5 comments:

  1. Kisah Vera itu amat menusuk kedalam jiwa saya.Selama ini saya bisa membuat org menangis dengan cerpen khayalan saya tapi hari ini, Vera membenarkan segala cerpen yg telah saya tulis dan baca..Semoga bonda vera itu tabah menghadapi ujian ini ....Salam buatnya.

    ReplyDelete
  2. Ummihana salamnya sdh disampaikan...dia senang sekali...bertambah lagi seorang yang mendoakannya, menguatkannya. Jazzakallah khair. Dalam wkt dekat diari a wife without husband siap launch, catatan harian dia sejak jd singgle parent. senang bisa berguru dgn ummihana....

    ReplyDelete
  3. salam ummif, kalau buku itu sudah di launching, apakah akan masuk ke spore?

    ReplyDelete
  4. Khusus untuk kaka satu nie Insya Allah dikirim k spore laaah...tapi kapan yaaa bisa launching tak rampung2 nih...

    ReplyDelete
  5. Kak hana nampaknya buku ttg ini tak sampai selesai ditulis, sulit merangkai hati yg bersangkutan

    ReplyDelete