Tuesday, July 31, 2012

[Xenophobia] Ilmu baruku, Aliran Kotor?

“ Jujur Da, kamu ikut aliran kotor itu?” suara nenekku lembut tapi terdengar tegas dan menusuk jantungku. Aku diam seribu bahasa.  Aliran kotor? Kepalaku tiba-tiba seperti diputari gasing berduri. Aku tak habis pikir, informasi yang nenekku peroleh  mengenai ilmu baruku di sebutnya aliran kotor. Astaghfirullah…hatiku hanya mampu beristighfar sementara nenekku terus menceramahiku panjang lebar.

“Orang-orang bilang kalau mempelajari ilmumu itu, berarti kamu termasuk pengikut setan yang senang dengan darah kotor Da. Katanya itu bikin orang sehat, tapi nyatanya itu bikin orang sakit Da. Badannya ditusuk-tusuk, darahnya dikeluarkan padahal orangnya sehat. Hati-hati da kamu bisa dilaknat Allah . Jangan coba-coba dipraktekan Da, sudah dibuang saja ilmunya”, nenekku terdengar cemas. Aku tahu nenekku marah karena beliau sayang padaku, beliau tak ingin aku terjerumus pada aliran-aliran sesat yang mengaku Islam namun mengajarkan kesesatan melalui ibadah yang bid’ah ataupun yang tidak jelas sumbernya. Tapi untuk yang satu ini rasanya aku tak bersalah, dan tak beralasan untuk diceramahi apalagi di cap aliran kotor. Aku hanya mengikuti sunnah Rasul, mempelajari dan mempraktekan sunnah rasulullah SAW, salahkah?

“ Sudah berapa orang yang  kamu ambil darahnya Da?” suara nenekku menerobos kepalaku yang masih berdesing. Aku masih diam tak menjawab. Air mataku jatuh satu-satu, kutahan tapi tak  bisa. Nenekku semakin khawatir, mengelus punggungku sambil terus menasehatiku untuk kembali ke jalan yang benar. Aku hanya bisa menggigit bibirku agar tangisku tidak meledak.

Sore itu aku pulang kerumahku dengan sesak didada. Sejuta rasa sesal berkecamuk. Bukan sesal karena aku telah belajar ilmu baru itu, bukan. Tapi penyesalan mendalam karena aku tak bisa berkata-kata saat nenekku menghakimiku dengan sebutan aliran kotor itu. Penyesalan yang begitu besar karena aku membiarkan nenekku tercinta larut dalam ketidak pahamannya. Penyesalan tiada terkira karena aku hanya diam seribu bahasa, bahkan tak berani menyampaikan bahwa aliran kotor itu punya nama yang cantik yakni ‘Al hijamah’.

Sore itu, sepuluh tahun yang lalu aku pulang dengan seribu sesal yang kubawa hingga hari ini. Sesal yang tiada berakhir karena tak sempat ku kenalkan indahnya berbekam pada nenekku yang saat itu masih sehat. Nenekku sekarang sudah hampir berusia 90 tahun dan sudah terbaring lemah di pembaringan karena stroke yang mendera 3 tahun lalu. Nenek sudah sangat lemah untuk diajak bicara panjang lebar apalagi harus mendengar penjelasan tentang  apa itu Al Hijamah.

Sepuluh tahun yang lalu bekam masih belum sepopuler sekarang. Bekam hanya milik komunitas tertentu yang mengkaji Islam lebih dalam. Dulu memar di pelipis bekas berbekam masih dianggap aneh, di anggap nyeleneh. Sekarang Bekam sudah sangat popular, kliniknya sudah menjamur, bahkan praktisi bekam bukan saja dari kalangan mahasiswa/i, tapi juga pengusaha, pendidik sampai keum elit politik yang melek sunnah dan hadits.

Sepuluh tahun yang lalu, pertama aku belajar bekam  dan membuka praktek bekam kecil-kecilan. Senang mengamalkan sunnah Rasulullah yang satu itu bersama suamiku. Namun ternyata kesenangan itu harus diiringi keberanian dalam berdakwah. Berani mempraktekan ilmunya, maka harus berani mempertanggung jawabkan secara ilmu dan amal.

Aku sungguh menyesal  karena sepuluh tahun yang lalu aku tak cukup berani menyampaikan kebenaran itu. Aku sungguh menyesal karena tak sempat kusampaikan bahwa ‘Al Hijamah atau Bekam adalah Sunnah Rasulullah SAW. Tak sempat kusampaikan bahwa Rasulullah bersabda "Kesembuhan (obat) itu ada pada tiga hal: dengan minum madu, pisau hijamah (bekam), dan dengan besi panas. Dan aku melarang ummatku dengan besi panas." (Hadist Bukhari).

Saat itu tidak ku beri kesempatan nenekku mengenal Al Hijamah, ku biarkan nenekku dengan pemahamannya saat itu. Andai saja kujelaskan perlahan bahwa bekam itu pengobatan cara Nabi. Bekam itu  teknik pengobatan dengan jalan membuang darah kotor dan racun yang berbahaya dari dalam tubuh melalui permukaan kulit. Bekam itu tidak berbahaya dan bekam itu bukan aliran kotor. Andai saja…

Namun penyesalan itu mengajarkanku banyak hal, salah satunya adalah mengajarkanku untuk berani menyampaikan kebenaran itu meski pada yang lebih tua, meski pada yang lebih pandai, meski pada yang lebih kaya, meski pada yang lebih tahu. Karena mengetahui kebenaran adalah hak setiap kita, dan menyampaikan kebenaran adalah kewajiban setiap kita. Wallahu’alam bishawab.

 *Ditulis untuk berbagi dan berpartisipasi pada lomba menulis mba Wayan Lessy disini http://wayanlessy.multiply.com/journal/item/758

22 comments:

  1. hmmm...ketakutan itu memang semakin menjadi-jadi ketika kita biarkan saja ya mba, akhirnya cuma jadi penyesalan -_-

    ReplyDelete
  2. wow pake warna apa say hurufnya sampai ga kebaca dari hp ? :(

    ReplyDelete
  3. harusnya bilang ke nenek, "saya justru mo nyedot aliran kotor itu nek.."

    ReplyDelete
  4. jadi inget dulu bareng devi, anggi, dkk dibekam sama ummi. tapi ga tau kisah ini...

    ReplyDelete
  5. Haha.. sebenarnya ini lucu, Mbak.

    ReplyDelete
  6. iya mba, saya takut kalau sy membela diri atau menjelaskan nanti malah jd panjang, jadi ribut, jadi tambah keruhetc, pdhal kan blm dicoba ya... :(

    ReplyDelete
  7. warna putih kak...maaf ini bawaan dari theme wall nya :(

    ReplyDelete
  8. hihi...c mas ini ada2 aja..ntar kata nenek sejak kapan kamu jd vampir sedot2 aliran kotor :P

    ReplyDelete
  9. lhoooo malah aku ngga inget kapan nge bekam kalian...kapan tuh git? di kosan mu ya?
    *garuk-garuk*

    ReplyDelete
  10. waaah bagian mananya mba cakep yg lucu?? bagian aku diceramahin nenek ya?? hehe...

    ReplyDelete
  11. Hayaaah..ummiii. Di kosanku kayanya pernah, di rumah ummi juga pernah

    ReplyDelete
  12. oalaaaaaaaaah ...duanyanya pohoooooo git hihi...cingcirining daku menua yeuh :D
    masih rajin berbekam ga skrg git?

    ReplyDelete
  13. Ya ampyun, ummiii.. Kan masa2 seru itu. Heboh banget lah sama geng firdaus :) aku pertama kali dibekam ya sama ummi.. Kenal minyak but2, hpa juga dari ummi.

    Masih bekam, mi. Sekarang tambah kiropraksi. Eh tapi, dulu pernah juga aku dikiropraksi ummi *pasti si ummi poho oge :)

    ReplyDelete
  14. hihihi....aku inget kalo dari zaman itu sdh praktek kiropraksi , tapi beneran ga inget bahwa ogit juga masuk daftar korban pertamaku :P

    *hadeuuuh andai aku bisa burning file memory mu git... :(

    ReplyDelete
  15. Intinya, Mbak. Masak ilmu bekam dianggap ilmu sesat. Hehe...

    ReplyDelete
  16. Ooooough...ternyata memang 10 tahun lalu masih belum banyak dikenal ya soal bekam ini di Indonesia ya mbak.Nurul? Pantesan dulu aku sempat ingin nyoba bekam kok gak ada yg tahu dmn nyarinya. Enak bgt rasanya setelah dibekam. Ayah saya yg mantan pasien gagal ginjal, rutin dibekam setelah transplant untuk membantu kerja ginjalnya yg cuma satu itu agar ringan. Alhamdulillah tiap check up dokter beliau bilang 'very gooooood'.

    Bisa ikut merasakan kegundahan hati mbak Nurul mengingat pemahaman nenek waktu itu. Semoga justru menjadi pelajaran untuk kita semua dan mengambil hikmahnya untuk lebih berani dan rajin mencari cara untuk mengkomunikasikan pemahaman kita kepada orang lain.

    Terima kasih atas support dan sumbangan tulisannya untuk kegiatan menulis ttg xenophobia ini ya mbak Nurul..

    ReplyDelete
  17. hehe..iya mba, kalau kita yg sekarang mungkin malah merasa aneh kalao ada yg mengnaggap bekam itu sesat ya kebalikannya dulu hehe..

    ReplyDelete
  18. Subhanallah...ayahnya mba Lessy sdh menikmati bekam ya, keluarga besarku belum nih mba, padahal aku dan kakakku punya kliniknya :(

    makasih mba, seneng juga bisa berpartisipasi bersama para penulis keren :D

    ReplyDelete
  19. uni baru kenal bekam itu tahun lalu..:) awalnya takut, karena kirain akan berdarah2..:)

    bang asis sekarang malah senang bekam. soalnya bikin nyaman...:)

    uni baru dua kali bekam..heheh

    ReplyDelete