Wednesday, December 26, 2007

Sore itu di gudang karet…

 

 

Bacalah lalu sampaikan pada alam agar mereka juga menjaga anak-anak kita., True story, a lesson to preserve our moslem generation …

 

Sore itu Dudi, dodo, dan didi seperti biasa bermain bersama di gudang karet dekat sekolah mereka. Meskipun Dudi sudah menginjak usia 14 tahun dan duduk dibangku kelas 9 SMP, ia tetap merasa nyaman bermain bersama Dodo dan didi yang masih duduk di bangku kelas 3 SD. Mereka bertiga tumbuh bersama sejak kecil. Rumah mereka memang tidak terlalu berdekatan namun cukup dengan bersepeda 10 menit mereka sudah bisa saling bertemu bergiliran dirumah masing-masing. Ditambah lagi SD dan SMP mereka hanya terpisah jembatan gantung, maka setiap ada waktu luang mereka habiskan bersama.

 

Sore itu Dudi, dodo, dan didi seperti biasa bermain bersama di gudang karet dekat sekolah mereka. Waktu itu matahari sudah menuju peraduan. Temaram malam beberapa waktu lagi menjelang. Seorang gadis cilik berusia 7 tahun melintas dihadapan mereka. Masih berseragam putih merah dipelukannya boneka berambut ikal hadiah dari ayahnya. Yani namanya, kulitnya nampak kemerahan karena sesiangan tadi ia melepas waktu bermain dilapangan voly dengan teman-teman sekolahnya. Tiba-tiba Dodo yang mengenal Yani sejak mereka di sekolah ngaji yang sama 2 tahun lalu mendekati Yani.  Dodo mengajak Yani bergabung bersama teman-teman yang lain. Yani tentu saja menolaknya karena hari sudah menjelang Maghrib, dan ia tahu ibunya akan marah jika ia tidak lekas pulang. Dodo mengusulkan pada Dudi dan didi untuk bermain seperti yang mereka tonton di play station. Tentu saja dengan Yani sebagai partner permainan. Dudi dan didi awalnya tidak bergeming namun mereka jadi penasaran untuk bisa melakukan langsung permainan yang mereka tonton tempo hari.

 

Sore itu dengan susah payah mereka bertiga membujuk Yani untuk ikut dalam permainan. Akhirnya Yani tergiur juga setelah diiming-imingi uang Rp.15.000,-. Tentu saja untuk anak seusia Yani uang tersebut luar biasa besar nilainya. Ia bisa membeli sebatang cokelat dan sebuah boneka mungil di abang tukang mainan depan sekolahnya. Yani menurut saja ketika ia dituntun ketiga kakak kelasnya itu ke dalam gudang karet. Ia senang meskipun bingung karena belum tahu permainan yang akan dimainkan. Namun uang Rp.15.000,- itu bermain dibenaknya, mengusir kebingungan dan ketakutannya.

 

Sore itu di gudang karet, permainan itu dimulai. Dodo yang pertama kali melucuti pakaian Yani dan menggagahinya di hadapan kedua temannya. Lalu merka bergiliran melakukan hal yang sama. Tentu saja yani kecil berontak, tapi apa daya ia hanya gadis kecil yang tidak sebanding dipasung ketiga anak lelaki yang sedang mencoba permainan baru mereka dengan sekuat tenaga.

 

Sore itu di gudang karet, yani menangis tersedu-sedu namun tak seorang pun mampu mendengarnya karena adzan Maghrib bersahutan disetiap sudut jalan.  Sementara ketiga bocah yang mendadak buas itu sudah berhamburan pulang ke rumah masing-masing. Astaghfirullahaladzim. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

 

Persidangan sampai tahap akhir, tuntutan orang tua yani berbuah meski tak sesuai harapan. Dodo sebagai otak dan pelaku dikenai sanksi kurungan 6 bulan potong tahanan, didi pun tak jauh berbeda nasibnya dengan Dodo. Namun untuk pelaku tertua, Dudi, pengadilan menyerahkannya pada keluarga untuk dibina, karena psikologinya terguncang serta alasan keluguannya. Orang tua Dudi yang hanya seorang kuli bangunan tak kuasa melakukan apapun untuk memberi pelajaran pada anak bungsunya ini, apalagi untuk membina dengan sepantasnya. Maka dengan berlinang airmata mereka menyerhkan perihal pembinaan ini pada pihak sekolah. Namun pihak sekolah memilih walikelas Dudi sebagai ujung tombak decision maker dalam pembinaan Dudi. Maka? Lieur lah walikelasnya….

 

Any suggestion?

 

 

Wish it was only a story, or a nightmare

Just forgot it or woke up immediately,

But I can’t.

 

 Nurul UmmiF2

 

No comments:

Post a Comment