Thursday, April 26, 2012

Suatu Ketika, Aku di Titik Nol


Mataku nanar menatap siswaku yang sedang bergelut dengan soal US (Ujian Sekolah). Ini baru hari pertama US dan baru berlangsung 15 menit tapi rasanya aku ingin berlari meninggalkan ruangan. Berlari pulang menemui putri kecilku yang sedang menangis mencariku dirumah. Aku ingin pulang.

Mataku mulai berkaca-kaca. Namun harus kutahan. Apa jadinya jika pengawas US berderai air mata saat mengawas? Tentu hanya akan menambah galau dihati siswaku. Selain itu profesionalisme guru pun dipertaruhkan. Maka sekuat tenaga ku tahan bendungan dimataku agar tidak pecah.

Hari itu adalah hari pertama pembantuku resign karena hamil tua. Setelah bekerja 2 tahun bersama kami tentu tidak mudah bagi Falisya yang masih berusia 2,5th untuk  beradaptasi  tanpanya. Dan hari itu hari pertama juga bagi pembantu baru yang bekerja menggantikannya. Hari pertama bagi Falisya  bertemu pengasuh  barunya, dan aku tidak  bersamanya untuk menemaninya beradaptasi. Aku tidak ada untuk mengajari pengasuhnya cara menyeduh susu dengan takaran tepat, apalagi membimbing dalam melakukan pekerjaan rumah. Hari itu aku malah  diluar rumah dari jam 06.30 pagi sampai 05.30 sore !!! hiks …

Aku bukan pegawai Bank, apalagi anggota DPR yang memang punya jam kerja belasan jam dalam sehari. Aku hanya seorang guru biasa, dan 11 jam bekerja tentu bukan jam kerja yang sehat bagi seorang pendidik. Namun jadwal ini sepertinya takdir yang harus kujalani selama 3 minggu kedepan. Mengingat kelas 9 akan menghadapi UN maka aku yang biasanya  hanya mengajar 5 kelas 7 disiang hari dan 2 kelas 8 di pagi hari., maka sekarang aku harus mengajar kelas 9 sebagai pemantapan intensif.  Artinya aku harus mengajar kelas 7,8 dan 9 dengan jadwal pagi & sore, dengan total jam mengajar 40 jam . Oooops membayangkannya saja aku sudah sesak nafas 

Bagiku sebenarnya menyenangkan saja jika aku harus mengajar banyak kelas. Namun jadwal yang tidak bersahabat membuatku dzolim pada anak-anakku di rumah.  Dengan jam mengajar pagi sampai sore, aku hanya sempat mencuci baju dan memasak selepas shubuh. Aku tak sempat memandikan falisya, tak sempat menyuapinya, menyiapkan bekal sekolahnya apalagi mengantarkannya ke sekolah. Bagi Fathan&Fathiyya yang sudah usia SD dan bersekolah full day tidak terlalu bermasalah dengan jam kerja baru umminya. Namun bagi falisya yang masih berusia 2,5th tentu menjadi masalah besar, dan menjadi nightmare bagi umminya.

Aku masih diam terpaku menatap murid-muridku yang saat itu masih khusyu  dengan soal US nya. US ini adalah ujian yang 60% nilainya menentukan kelulusan mereka. Dan aku masih diam membisu membayangkan kelulusanku sendiri. Lulus kah aku menjalani ujian hidup kali ini?  3 minggu dengan jadwal pagi – sore menjadi ujian bagi keikhlasanku. Ikhlaskah aku menjalani 
profesiku sebagai guru? ikhlaskah aku meninggalkan 3 buah hatiku demi ratusan anak bangsa Indonesia? Aku rasa aku belum lulus ujian ini, karena air mata masih berderai. 

Malamnya aku menangis sejadi-jadinya dikamar. Suamiku dengan sabar  mendengar keluh kesahku. Aku merasa saat itu aku benar-benar di titik nol. Aku merasa tak berdaya, tersiksa dengan pikiranku sendiri. apa yang kucari  dari bekerja diluar rumah sejak pagi sampai sore? 

Materikah? 
Suamiku sudah menafkahi kami dengan baik. Selain itu gaji PNS tentu tak seberapa, apalagi aku 
belum disertifikasi.

Ilmukah? 
Banyak majelis ilmu bersebaran, banyak seminar dan lembaga formal - informal serta buku-buku yang menyediakan ilmu.

Atau aktualisasi diri?
Untuk atualisasi aku punya blog, ada komunitas penulis, ada yayasan percikan  iman, ada butik on line dan banyak wadah lain sebagai  tempat aktualisasi diri. Lalu apa yang kucari??? Ridho Allah bukan? Jannah-Nya sudah pasti yang kuharapkan. Ya aku hanya mengharap ridho-Nya agar kelak aku mendapat satu kavling kecil di jannah-Nya.

Akankah profesi guruku mengantarkanku kesana? Bukankah justru yang akan aku pertanggung jawabkan pertama adalah amanahku dirumah? Bukan seberapa bagus RPPku  atau seberapa hebat dan banyaknya jam aku mengajar? Hiks …aku mau pension dini saja rasanya. Dan aku menangis sejadi-jadinya. Lepas semua gundah dihati bersama air mata yang berderai. Suamiku masih dengan sabar mendengarkan keluh kesahku sambil sesekali mengusap air mataku. Tausyiah nya seskali menghujam hatiku dan melerai dukaku “ Ummi , jika ummi mengajar dan mendidik murid-murid  ummi disekolah dengan ikhlas maka ummi sama dengan mendidik anak-anak ummi dirumah, Allah tidak akan salah menghitung amaliah seseorang” 

Aku hanya termangu “benarkah?”. Aku masih tidak yakin karena yang ku yakini, my full time job is 
being mom, artinya aku harus memprioritaskan amanahku di rumah, sedangkan being teacher is only my part time job.

Dan aku baru tersadar apa jadinya kalau setiap ibu berpikiran sama sepertiku? Siapa yang akan all out menjadi guru disekolah? Siapa yang akan benar-benar memperhatikan pendidikan anak bangsa jika semua perempuan harus menjadi ibu rumah tangga?


Setelah malam itu aku bisa menarik sesungging senyum di bibirku lagi. Belajar menemukan ikhlas dihatiku. Belajar ikhlas menjalani takdirku sebagai seorang ibu sekaligus abdi  Negara yang melayani rakyat. Meskipun hingga minggu ketiga berakhir, bahkan hingga hari ini aku masih belum lulus belajar ikhlas, aku tak kan menyerah. Aku akan terus belajar ikhlas, belajar menata hati, agar tak ada lagi airmata, agar senyum itu bermakna sodaqoh, agar hidupku bermanfaat didunia dan akhirat.

"Khairunnas anfa’uhum linnas",
 "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak mamfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

PS: fathan, fathiyya dan falisya ku sayang, maaf atas waktu dan cinta yang terbagi …karena ternyata ummi bukan hanya untukmu saja tapi juga untuk ummat ya nak. I love you because of Allah...always...

12 comments:

  1. *peluk ummi
    semoga amanah di mana pun berada ya, mi

    ReplyDelete
  2. hatur thank you ogiit...
    doain ya biar lulus ujianku :D
    *big hug*

    ReplyDelete
  3. somehow sorrow n tears are beautiful ya mba lingga :D
    semangaaad!!

    ReplyDelete
  4. semangat ya Ummi...sun sayang buat fathan, fathiyya dan falisya..:)

    ReplyDelete
  5. Hemmm..Dilema nya say..
    Padahal masa paling dekat ketika seumuran 3 F..setelah smp dah lain cerita..

    ReplyDelete
  6. iya teh...
    makanya hati berasa perang terus teh T_T

    ReplyDelete
  7. Sogh atuh istikharah..
    Apalagi finansial ayahnya anak2 dah mencukupi kan kita bisa ambil di ladang pahala ummat yg lain tanpa meninggalkan anak2..

    ReplyDelete
  8. inginnya begitu teh...tapi blm boleh pensiun dini kalo belum 10thn PNS, kalo langsung dilepas begitu saja bisa kena sanksi administrasi teh, blm lagi orangtua pasti kecewa bgt ...dilema..dilema...

    ReplyDelete
  9. masya Allah beratnya dilema mba Nurul ya.. waduh..sy juga kalau di posisi mba pasti lebih galau lagi.. mdh2an ada jalan keluar terbaik ya.. amiin.

    ReplyDelete
  10. amiin...alhamdulillah setelah 3minggu dgn jadwal ajaib, sekarang sdh kembali ke jadwal normal uni. Rabu-jum'at saya masuk siang lagi bisa nemenin baby Falisya sekolah setengah hari :D
    Meski begitu tetap mengidamkan being full time mother, fully at home :D

    ReplyDelete