Sunday, June 19, 2011

Mengikat makna hidup: UN dan Fenomena langka membaca

Hasil UN SMP tahun ini di kota Bandung ternyata paling rendah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dan menurut data, fenomena ini berulang setiap tahun. Ada apa dengan Bahasa Indonesia hingga pencapaian terendah hasil UN justru pada pelajaran Bahasa Indonesia yang notabene sebagai bahasa ibu mereka? Yang mengherankan justru perolehan nilai  Bahasa Inggris lebih baik daripada nilai Bahasa Indonesia mereka.

Aku yakin jawabannya bukan karena bahasa Inggris lebih mudah, atau metoda pengajaran Bahasa inggris lebih baik, bukan sama sekali bukan. Tapi karena rendahnya minat baca siswa, sehingga ketika bertemu banyak wacana dalam soal UN tentunya siswa gagap menjawab pertanyaan. Dan analisa ini ternyata dibenarkan beberapa temanku, guru-guru Bahasa Indonesia. Miris sekali.

Aku tidak bias menyalahkan siapapun dalam hal ini karena untuk cinta membaca bukan hasil sulap satu malam. Namun sebuah hasil proses pembiasaan menahun. Berawal sejak dikandung ibu, maka kebiasaan ibu membaca menular pada janin. Berlanjut saat masa golden age, pembiasaan mengakrabi buku tentu sebuah proses menuju cinta membaca. Hingga dimasa sekolah dasar, sekolah menengah , dan seterusnya buku bukan barang asing lagi, membaca menjadi sebuah kebutuhan jiwa, sebuah refreshing yang menyenangkan.

Karena itu ketika UKK hari pertama puteriku,Fathiyya tidak buka buku karena merasa sudah percaya diri menaklukan soal-soal UKK, aku sangat keberatan. Bukan keberatan dengan rasa percaya dirinya, tapi bagiku jauh lebih penting proses dia usaha  ‘menggauli ‘ bukunya daripada nilai UKK nya. Tidak penting hasil akhirnya, karena pada prosesnya dia mendapat banyak hal dari sekedar nominal nilai.

Lalu pada hari kedua UKK saat akan belajar Fathiyya sampai menangis Bombay, dua matanya sembab karena menangisi pelajaran bahasa Arab yang menurut analisa abinya dia tidak percaya diri karena belum hafal banyak kosakatanya. Dibantu pun tidak bisa karena dia sibuk menangis. Sedih sekali melihatnya. Sedih melihat puteri kecilku kalah sebelum bertanding. Usut punya usut, dia punya ketakutan tidak bisa dapat rangking lagi. Oalaaah….

Malam itu kusampaikan pada puteriku, bahwa ia tidak harus menjadi yang terbaik tapi ia harus berusaha yang  terbaik yang ia bisa. No matter how  the score is, the most important is the effort. Bahkan kusampaikan padanya, meski dapat nilai nol sekalipun tidak masalah asalkan kita sudah belajar, sudah berusaha yang terbaik. Ayo semangat membaca yayu sayaaang…berapapun nilainya diatas kertas, tidak bisa mengalahkan nilai (=value) membaca (=belajar) yang diperoleh. Makna belajar tidak bisa diukur dengan nilai diatas kertas, karena IQ yang dianugerahkan Allah berbeda untuk setiap hambaNya.

Alhamdulillah baby Falisya sudah cinta membaca sejak kecil, mengikuti jejak kakak-kakaknya nih. 










Setiap pagi ikut baca Koran seperti abinya.

 Setiap maghrib ikut baca Iqra dengan kaka dan yayuknya. Bahkan saat mandi pun ia senang membaca.

 Kalau sedang tantrum, dengar kata ‘kita baca buku Dora yuuuk…’ langsung deh tenang lagi…he..he..

6 comments:

  1. Subhanallah...
    Kecil-kecil sudah tertarik dengan baca membaca ya bu. Lucu banget pas "adegan" mandi dengan buku itu..hehehe..

    Salam kenal ya bu ^^
    Chif

    ReplyDelete
  2. jadi inget, dulu saya sering ngiri liat temen2 yang gak suka baca tapi koleksi bukunya bejibun... seingat saya, dulu nilai bahasa indonesia saya juga bukan yang terbaik dibandingkan nilai2 lainnya. pelajaran bahasa indonesia memang susah sih, apalagi menyangkut majas2an atau jenis2 puisi dan nilai ekstrinsik intrinsiknya...

    ReplyDelete
  3. salam kenal lagi kaka chif dari F3 ;D

    ReplyDelete
  4. iya benar...secara keilmuan dan theory bahasa indonesia emang tidak mudah tapi kalo sudah terbiasa baca dan ada minat jadi menyenangkan ya

    ReplyDelete
  5. menyenangkan asal bukan ujian hehehe

    ReplyDelete
  6. ha..ha...ujian masih jadi variabel mengerikan buat siswa ya :D

    ReplyDelete