Showing posts with label wifewithouthusband. Show all posts
Showing posts with label wifewithouthusband. Show all posts

Saturday, October 17, 2009

andai poliandri

Andai poliandri diperbolehkan...:-|

Jelas sekali bahwa :

Lelaki boleh melampiaskan nafsunya terhadap wanita yang bukan istrinya dengan 2 pilihan : Selingkuh atau Poligami

Sedangkan wanita TIDAK BOLEH melampiaskan nafsunya terhadap pria yang bukan suaminya.

Tujuannya jelas :

Supaya wanita lebih baik daripada pria

Wanita harus kuat menahan nafsu sedangkan pria boleh tidak kuat menahan nafsu.
Wanita harus lebih hebat daripada pria dalam menahan nafsu.

Dalam hal ini yang mengatur kan para pria, Tuhan, Malaikat, Nabi ..... semuanya pria.

Jadi suka-suka para pria dong.

Inilah KEADILAN versi pria.

He he he
(+_+)
sebelum kedatangan Islam poliandri adalah hal yang biasa terjadi

yang paling sering dilakukan adalah poliandri yang dikenal dengan nama : pernikahan istibda', pernikahan warisan dan pernikahan paceklik

Pernikahan istibda' terjadi ketika suami memerintahkan isterinya bergaul dengan lelaki lain, sementara dalam masa itu suami tak akan menyentuh atau bercampur dengan istri
suami menunggu saja apakah isterinya hamil atau tidak, setelah bergaul dengan lelaki yang diajukan olehnya
seandainya isteri hamil, bila mau lelaki yang menggaulinya boleh menyuntingnya
jika tak mau, isteri boleh kembali pada suami lama

dalam pernikahan-warisan, anak lelaki mendapat warisan dari bapaknya dengan cara menikahi ibu kandungnya sendiri setelah sang bapak meninggal

penikahan paceklik, suami menyuruh istrinya untuk menikah lagi dengan orang kaya, demi mendapatkan uang dan kebercukupan harta
setelah kaya perempuan itu pulang kembali pada suami lamanya

Selain pernikahan istibda', pernikahan-warisan dan pernikahan-paceklik juga ada yang namanya pernikahan tukar guling
pernikahan tukar guling ini dilakukan untuk bersenang-senang saja, dan adakalanya menampilkan ritual tertentu ketika wanita hamil karena aktivitas nikah tukar guling

ritual itu dilakukan untuk menentukan siapa ayah si anak yang dikandung atau terlahir dari rahimnya
cara ritualnya:

1. Perempuan yang mempunyai suami lebih dari satu (mulai dari dua sampai sembilan orang), setelah hamil akan menentukan sendiri siapa suami dan bapak daripada anak yang dia kandung.

2. Ketika perempuan melahirkan seorang anak, semua lelaki yang pernah menggaulinya duduk melingkari sang anak. Sang anak lalu dibiarkan berjalan atau merangkak seenak arah. Ketika ia berjalan mengarah ke salah seorang di antara mereka, maka siapa yang dihampiri itulah yang ditentukan sebagai bapak dari anaknya.

Andai Islam tak mengharamkan poliandri, barangkali hal2 seperti itu akan terus terjadi pada masa kini

meskipun poliandri sudah diharamkan jauh sejak berabad-abad lalu, jika kita mau jujur, aktivitas poliandri tukar guling masih banyak terjadi

kasus perselingkuhan, kegiatan-kegiatan free sex yang banyak dilansir oleh mass media maupun buku (misalnya : Jakarta Underground-nya Moammar Emka) merupakan rujukan data yang tak terbantahkan, soal ada atau tidaknya aktivitas penyimpangan seksual yang menjerumuskan, mengorbankan dan merendahkan martabat kaum wanita itu

poligami untuk mencegah perzinahan dan/atau perselingkuhan itu argumentasi yang lucu.

sama lucunya dengan yang ini, supaya anda tidak kecopetan, kasih aja dompet anda ke tukang copetnya, supaya tidak kemalingan, kasih barang2 berharga anda sama malingnya.

untuk mencegah perzinahan = menikahlah
untuk mencegah perselingkuhan = belajarlah untuk setia

para pelaku poligami biasanya selalu menggiring opini bahwa menolak poligami sama dengan menolak agama.

tapi saya ingin mengingatkan satu fakta (yang mungkin sudah dilupakan) bahwa monogami juga TIDAK bertentangan dengan agama.
  • 1 tahun lalu
Tujuan poligami di dalam islam bukanlah untuk mencegah perselingkuhan. Sebelum islam turun, poligami dikalangan masyarakat pada masa itu sudah lazim dan tidak ada batasnya. Islam kemudian mengatur dengan membatasi hanya empat saja. Islam mengangkat martabat wanita, yang sebelumnya kedudukannya sangat rendah sekali. Banyak kaidah yang mengangkat harkat wanita yang dipoligami.

Poligami dapat dijadikan solusi untuk berbagai permasalahan sosial. Ketika permasalahan banyak janda dan jumlah wanita yang jauh lebih besar, jika ingin mengurangi perzinahan maka poligami dapat dijadikan solusi.

Jika kita ingin melihat hasil positif maupun negatifnya poligami, maka kita harus melihat para pelaku poligami yang memahami syariat. Dalam arti, proses poligami mereka benar-benar dilandasi oleh pemahaman yang benar berdasarkan syariat.
Jangan sampai kita menilai baik buruknya poligami dari pelaku yang sudah mengawalinya dengan perzinahan. Karena tidak jarang dijumpai pelaku poligami yang diawali dari perselingkuhan, kemudian dikokohkan melalui pernikahan siri maupun resmi. Padahal dalam hukum islam, orang yang sudah menikah kemudian berzina maka hukumannya adalah rajam sampai mati. Tentu saja, pelaku semacam ini tidak dapat dijadikan acuan.

Poligami adalah sebuah solusi yang tidak semua orang membutuhkannya. Oleh karena itu jika ada yang membutuhkan, tidak ada salahnya jalan tersebut diambil. Tetapi bagi yang tidak membutuhkannya, alangkah baiknya jika tidak mencela pelakunya.
  • 1 tahun lalu
diperbolehkan poliandri asal bisa menjaga agar suami2nya tidak saling bunuh ketika tahu istrinya ditiduri oleh madunya

 

Thursday, November 20, 2008

Status Janda, hinakah?!

Rating:
Category:Other
"Anak keduanya kabur, sebulan setelah dia punya suami lagi. Beberapa teman sudah dikerahkan untuk mencari. Do'akan ya ummi".

Kabar itu kudengar bagai petir disiang bolong. Meskipun sering hujan beberapa waktu ini tapi tidak ada yang petirnya menghantam macam ini. Baru bulan lalu bahagia rasanya saat mendengar bunda zaqi, rekan kerjaku dulu, sekarang sudah bersuami lagi. Tiga tahun sudah almarhum suami pertama beliau meninggal karena kanker, meninggalkan beliau dengan 3 anak lelakinya.

Aku sempat kagum dan begitu takjub dengan ketegarannya menghidupi ketiga anak lelakinya seorang diri. Menjadi ibu sekaligus ayah bagi ketiga puteranya yang beranjak remaja. Dalam banyak kesempatan beliau sering curhat, airmata tak henti bergulir saat ia bercerita tentang pahitnya berjuang sendiri tanpa suami. Bahkan sebelum aku pindah kerja, terakhir beliau cerita tentang gundah gulananya ingin memiliki pendamping hidup lagi agar hari-harinya tidak lagi terasa berat. Ia ingin bersuami lagi agar tidak ada fitnah sebagai penyandang status janda yang dimasyarakat masih dipandang miring. Ia ingin bersuami lagi, agar kehidupan anak-anaknya lebih baik, dari segi pendidikan maupun sisi ekonomi dan spiritualnya. Ia ingin bersuami lagi, karena ia merasa sebagai perempuan biasa yang lemah, yang berharap ada seorang suami yang akan menguatkan iman islamnya. Terakhir ia menutup obrolannya dengan meminta do'a padaku agar hati tenang, hilang segala keresahannya, dan tidak lagi terbebani dengan status jandanya.

Maka sungguh aku berbahagia kala mendengar beliau telah bersuami, bahkan suaminya pun kukenal sebagai rekan kerja kami dulu. Tetapi, Innalillah, dari semua harapan Bunda zaqi tak satupun tergapai dengan bersuami ini. Bahkan dari semua berita buruk yang menyertai pernikahan mereka, yang terburuk adalah kaburnya putra kedua beliau yang masih kelas 4 SD. Rupanya ini adalah bentuk aksi sang anak atas suami pilihan bundanya yang diharapkan menyelesaikan masalah namun justru menambah masalah.

Putra kedua ini memang berbeda dengan kakak atau adiknya yang cenderung pendiam. Dia lebih berani dan radikal. Namun sejatinya hatinya sangat lembut, sangat sensitif. "Anak keduanya kabur, sebulan setelah dia punya suami lagi. Beberapa teman sudah dikerahkan untuk mencari. Do'akan ya ummi".

Kabar itu kudengar bagai petir disiang bolong. Meskipun sering hujan beberapa waktu ini tapi tidak ada yang petirnya menghantam macam ini. Baru bulan lalu bahagia rasanya saat mendengar bunda zaqi, rekan kerjaku dulu, sekarang sudah bersuami lagi. Tiga tahun sudah almarhum suami pertama beliau meninggal karena kanker, meninggalkan beliau dengan 3 anak lelakinya.

Aku sempat kagum dan begitu takjub dengan ketegarannya menghidupi ketiga anak lelakinya seorang diri. Menjadi ibu sekaligus ayah bagi ketiga puteranya yang beranjak remaja. Dalam banyak kesempatan beliau sering curhat, airmata tak henti bergulir saat ia bercerita tentang pahitnya berjuang sendiri tanpa suami. Bahkan sebelum aku pindah kerja, terakhir beliau cerita tentang gundah gulananya ingin memiliki pendamping hidup lagi agar hari-harinya tidak lagi terasa berat. Ia ingin bersuami lagi agar tidak ada fitnah sebagai penyandang status janda yang dimasyarakat masih dipandang miring. Ia ingin bersuami lagi, agar kehidupan anak-anaknya lebih baik, dari segi pendidikan maupun sisi ekonomi dan spiritualnya. Ia ingin bersuami lagi, karena ia merasa sebagai perempuan biasa yang lemah, yang berharap ada seorang suami yang akan menguatkan iman islamnya. Terakhir ia menutup obrolannya dengan meminta do'a padaku agar hati tenang, hilang segala keresahannya, dan tidak lagi terbebani dengan status jandanya.

Maka sungguh aku berbahagia kala mendengar beliau telah bersuami, bahkan suaminya pun kukenal sebagai rekan kerja kami dulu. Tetapi, Innalillah, dari semua harapan Bunda zaqi tak satupun tergapai dengan bersuami ini. Bahkan dari semua berita buruk yang menyertai pernikahan mereka, yang terburuk adalah kaburnya putra kedua beliau yang masih kelas 4 SD. Rupanya ini adalah bentuk aksi sang anak atas suami pilihan bundanya yang diharapkan menyelesaikan masalah namun justru menambah masalah.

Putra kedua ini memang berbeda dengan kakak atau adiknya yang cenderung pendiam. Dia lebih berani dan radikal. Namun sejatinya hatinya sangat lembut, sangat sensitif.
DISINI Aku pernah posting juga,dulu memang sempat ada tragedi juga yang membuat dia dipukuli bundanya karena mencuri uang kakaknya. Tapi itu semata kenakalan anak-anak, aksi protes memohon perhatian orang tuanya. Dibalik kenakalannya, dia menyimpan luka yang sangat dalam, luka yang tidak bisa dia bagi dengan siapapun kecuali pada bundanya juga pada Allah saja.

Teriring do'a untuk bunda Zaqi, semoga hatimu yang luka tidak kau tularkan pada putra-putramu. Semoga hatimu yang bening mampu menuntunmu menemukan kembali buah hatimu yang hilang, menemukan kembali hari-hari manis bersama anak-anakmu, menemukan kembali cinta sejati Ilahi pada nafas anak-anakmu.

PS: Bunda Zaqi, Lupakah kau pada janji-janji Allah atas dimuliakan-Nya para Janda dan anak-anak yatim?

Friday, March 14, 2008

Dosakah ia yang masih merindu?

Air mataku jatuh satu-satu...menderas selaksa hujan diluar sana...

Sms itu kuterima semalam, saat hujan lebat mengguyur, kedua anakku sudah tertidur di sisiku dan aku berdebar menanti telpon dari suamiku. Ternyata sang suami masih briefing hingga belum sempat menelpon untuk menutup hari itu dengan doa bersama sebagaimana biasanya. Sms itu kuterima, sms seorang ibu dua anak yang 2 tahun lalu suaminya meninggal.

Ass. ummi udah tidur? disana hujan? diBandung hujan besar. Kemarin saya ziarah ke makam suami. Lagi-lagi saya ngerasa sendiri ketika harus naik ke mobil dan meninggalkan area pekuburannya. Sebagian dari diri saya ingin tetap tinggal disana setidaknya bisa menatap gundukan tanah yang didalamnya ada jasad orang yang amat saya cintai. Dosakah saya yang masih saja merindu dan ingin berbagi dengannya?

Duuuh gusti...speechless...hik..hik...seuntai doa panjang ku titip pada-Mu Rabb. Rinduku pada sang suami larut sudah dalam air mata syukurku karena Allah memberikan tarbiyah tak ternilai dari sms seorang istri tanpa suami malam itu.

P.S: Untuk Mom's Mira, U'r not alone...Allah is d' perfect companion.

 

 

Saturday, September 22, 2007

Lara Ramadhan...

Siang itu aku tidak bisa menolak keinginan putraku untuk berbuka dengan pizza favoritnya. Aku menyanggupi karena ngga tega juga lihat dia merengek-rengek sementara dia sudah bertahan berjuang untuk tetap shaum meskipun banyak teman seusianya disekolah tidak shaum.

 

Ini bukan tragedi paprika dalam pizza, kalau sesudahnya aku muntah-muntah, panas-dingin dan migrain berat. Waktu itu khadimatku sudah pulang, tepat ba’da Isya untuk kesembilan kalinya aku muntah hebat. Badanku sudah tidak bisa bergerak, tergolek lemas dipembaringan, what’s up my body? Dan sepertinya tubuhku masih menolak something inside me, perlu muntahan kesepuluh nampaknya…

 

Putraku yang biasanya sibuk merengek minta dihidangkan cemilan ba’da teraweh malam itu ia nampak lebih ‘mature’. Dengan sigap ia menelpon abinya, mengabari keadaanku. Suamiku terdengar panik tapi tetap tenang memandu putraku untuk menanganiku. Mulai dari menyiapkan air minum hingga menggosok tubuhku dengan minyak kayu putih. Aku minta putraku memeriksa pintu depan dan belakang yang belum sempat kukunci setelah khadimatku pulang. Putriku sibuk menangisiku, sambil memanggil-manggilku…ummi…ummi…. Deuh putriku ini lagi main sinetron kali, usianya belum lagi 4 tahun tapi sentimentilnya rek….

 

Setelah muntahan kesepuluh keluar tubuhku jauh lebih ‘enakan’. Suamiku yang tugas berbeda kota denganku masih keep contact dengan putraku. Aku sudah punya tenaga untuk bicara langsung dengan suamiku. “Ummi istirahat aja, kata kaka Fathan pintu-pintu sudah dikunci semua, tinggal motor diluar tapi aman kok mi. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ummi tidur aja.” Suara diujung sana terdengar menentramkan, sepertinya tahu kegelisahanku. Bagaimana tidak khawatir, aku tidak berdaya, sementara dirumah ini hanya aku dan kedua anakku, motorku pun masih diluar…

 

Tengah malam aku terbangun dering HP dari suamiku, “Feeling better honey? Ummi ingin apa? Sedang ingin sesuatu ya sampai sakit gini?”

Sebaik-baiknya jawaban seorang istri adalah yang menentramkan suaminya. Waktu itu aku hanya ingin teriak “ I want you to be here, to be with us …” tapi kutahan dikerongkongan.

Hik…hik…ngga boleh yaa…karena ia bukan milikku saja ia juga milik ummat yang lebih berhak atas dirinya…ia harus disana…

 

Ramadhan ini bukan yang pertama tanpa suamiku, tapi tetap laranya serupa…

 

 

7 Ramadhan 1428H

Untuk yang sendiri diheningnya Ramadhan,

Allah is the perfect companion…

Tuesday, May 8, 2007

Sharing; Apa iya aku ini istri yang beruntung?

Sharing, wife without husband;


Apa iya aku ini istri yang beruntung?


 


 Jum’at siang, adzan dhuhur baru berkumandang. Sekolah tempatku mengajar nampak lengang, siswa pulang lebih awal karena mengejar Jum’atan di masjid. Begitupun dengan guru-guru, tersisa beberapa saja termasuk aku dan ibu-ibu guru yang sudah bersiap go to the pool. Today is Women Day, the pool only for women.


 


Aku sudah duduk diatas motorku, sudah masuk gigi satu, tinggal tancap gas. Tapi rekanku yang lain masih didalam, terpaksa menunggu sesaat. Di ruang tunggu masih ku lihat Mba Elsa, guru bio asyik dengan game di HP nya. Aku klakson dua kali, Mba Elsa melambai padaku lalu bergegas menghampiriku. “ Sorry nih aku ga ikut renang lagi, nunggu suamiku jemput, ada perlu dengan mertua nih”, Mba Elsa seperti membaca pikiranku.


 


“It’s oke ko mba, aku juga males sih tapi sudah janji sama anak-anakku mo ngajak mereka berenang hari ini. Pengennya sih mereka jalan-jalan dengan abinya, tapi yaa…mo gimana lagi…abinya kan ga stand by, jadi aku yang ambil alih niih…” jawabku, ringan. “Jadi nunggu suami nih? Apa waktunya ga bentrok ama Jum’atan kalo jemput jam segini?”tanyaku.


 


“Yaaa…ga tahu deh…habis piee toooh…Mba nurul sih uenak suami jauh tapi kan sudah difasilitasi kendaraan sendiri. Bisa bebas kesana-kemari, tidak bergantung. Coba kalau macam aku ini…apa-apa harus diantar, dijemput…wis laah repot! Aku sih nda seberuntung Mba Nurul.” Mba Elsa mengakhiri percakapan kami dengan tawa lepasnya sebelum masuk kembali ke ruang tunggu, sepertinya ada telpon dari suaminya.


 


Statemen Mba Elsa itu membuatku merenung lama. Apa iya aku ini istri yang lebih beruntung daripada Mba Elsa?? Waddduuuuh apa bukan sebaliknya?? Mba Elsa punya suami siaga 24jam, bisa antar-jemput kapanpun, siap berbagi tugas rumah, mendampingi anak-anak dimanapun. Sementara aku? Kemana-mana aku sendiri, antar-jemput anak-anakku, ke bengkel maupun ke pasar, dari memasak sampai mengganti sekring listrik. Suamiku pulang hanya 2-4 kali dalam sebulan. Apa iya aku ini istri yang lebih beruntung? 


 


Seingatku Mba Elsa pernah kehilangan handphone-nya beberapa hari namun tidak mempengaruhi intensitas suaminya menjemput setiap pulang mengajar. Sementara aku, kehilangan handphone-ku satu malam saja…hadduuh rek serasa lepas separuh nafasku!! Laa iyya laah…HP itu kan satu-satunya media kami (aku dan anak-anak) berkomunikasi. Satu malam tanpa HP itu, membuat aku tidur tak tenang. Bukan karena harga HP nya, tapi suamiku…HP itu kan suamiku!! Malam itu anak-anak tidak bisa say good night to their beloved abi. Tidak ada laporan cerita anak-anak tentang hari itu. Tidak ada keluh kesah seorang istri pada suaminya. Tidak ada tausyiah seorang suami yang menenangkan istrinya. Tidak ada summary aktifitas seorang suami. Tidak ada bujuk rayu kasih-kekasih…bahkan tidak ada satpam penjaga malam serta alarm yang membangunkan di awal pagi. HP itu bapak anak-anakku, satpamku, alarmku, kekasihku daaan tentu suamiku…!!!  Jadi, apa iya aku ini istri yang lebih beruntung?


 


Dan, andai Mba Elsa tahu, waktu suamiku mengabulkan permintaanku untuk bawa kendaraan sendiri…deep down in my heart…it was a great sorrow! Waktu itu aku terkejut juga…kok si mas kasih restu aku dengan mudah hari itu untuk bawa kendaraansendiri . Padahal sudah dari tahun kapan aku merengeknya…yang selalu dijawab sama, “Ga usah mi, abi khawatir dijalan ada apa-apa. Naik kendaraan umum aja, lebih safe untuk ummi dan anak-anak”. Dibalik syukurku, ada airmata. Restu itu membuat hatiku lega sekaligus bercermin, keep on guard! Akhirnya, waktunya tiba…suami tercinta mendidikku untuk benar-benar mandiri. Bergantung hanya pada Allah, karena suami hanya manusia biasa yang siap dipanggil-Nya kapanpun dimanapun.


 


Dulu, aku sangat meyakini dan merasa sangat benar dengan keyakinanku bahwa manusia boleh bergantung pada manusia yakni hanya seorang bayi pada ibunya dan seorang istri pada suaminya. Namun setelah memasuki tahun ke-8 sebagai seorang istri, aku lebih meyakini bahwa cukuplah Allah saja tempat bergantung. Cukuplah Allah sebagai pelindung dan penolong.


 …Sufficient is Allah as a Protector and sufficient is Allah as a Helper.(QS 4:45)


Namun begitu, fitrah perempuan pasti mengharap bahu seorang lelaki to stand by,somehow!!  Dan benar, suamiku mengajariku cinta itu. Cinta yang tidak buta, yang bisa melihat dan membedakan yang haq dan bathil. Cinta yang mampu menahan hawa nafsu, yang mampu memaafkan, dan berpikir bijak. Cinta yang tidak serakah, yang mau berbagi. Maka karena cinta, ku bagi hakku  untuk ummat. Infak terbesar ku pada ummat, adalah suamiku…


Jadi, apa iya aku ini istri yang lebih beruntung??! Uggh…statemen itu sungguh menggangguku. Kalau ada yang berpikir aku lebih beruntung, maka ada yang merasa lebih rugi? Begitukah? Do I cost anything to her/them? O My God!! I feel guilty to her…


Sungguh tak pernah sedikitpun terlintas dibenakku siapa istri yang lebih beruntung dariku atau sebaliknya. Karena keberuntungan bagiku punya parameter sendiri…. Bukankah Jannah adalah keberuntungan yang paling tinggi dan nyata? (QS.5:112) dan orang yang beruntung adalah yang timbangan kebaikannya lebih berat? (QS.7:8) serta yang mendapat petunjuk-Nya (QS.2:5).


Sepertinya aku malu sekali kalau dikategorikan istri yang beruntung…aku hanya minta semoga Allah menggolongkanku menjadi istri yang bersyukur… agar aku benar-benar digolongkan-Nya sebagai istri yang beruntung…Amiin.


  "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS.31:12)


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Tuesday, April 3, 2007

Sharing, A wife without husband

 


 Air mata itu guruku hari ini…


 


#3. March, 19th 2007


 


Sungguh Allaah menjadikan airmata dan tawa itu silih berganti, agar hidup lebih disyukuri…


 


Hari ini hari terakhir liburanku di Bandung, weekend yang damaiiiii…..


Sebelum pulang dan kembali pada dunia hiruk pikuk yang menanti di Kota Udang kusempatkan singgah pada satu lagi, a wife without husband, yang padanya aku berguru menjadi isteri dan ibu yang lebih sholihah, hamba yang ridho atas Qadha dan Qadar-Nya.


 


Wajah dengan lingkar mata yang khas itu menyambutku di depan garasi. “ Alhamdulillah Bu nurul sudah ditunggu-tunggu nih. Saya kira mau pagi tadi membekam saya. Banyak pasien ya Bu?” suara Bunda Vira menggodaku.


Aku jadi malu karena ngaret berjam-jam, maklum selalu jadi ‘most wanted *bekamer’ kalau liburan di Bandung  .


 


Sebelum ‘prosesi Al-Hijamah’ berlangsung, kusempatkan bercengkrama dengan Vira, putri sulungnya yang juga murid ‘teladan’ku saat aku masih pegang kelas di Playgroup. Ku pandangi wajah penuh senyumnya, masih Vira yang dulu ku kenal. Sekilas memang tidak ada bedanya, namun sinar mata itu tidak bisa berbohong. Tetap berbinar, namun tidak secemerlang Vira yang dulu masih berayah. Ada titik binar yang meredup, walau begitu, aku yakin binarnya tidak akan pernah padam Insya Allaah.  


 


Masih hangat dalam ingatanku, Vira tidak menangis sedikitpun saat ayahnya berpulang 8 bulan lalu. Saat itu Vira punya jawaban genuine untuk pernyataan ataupun pertanyaan tentang kepergian ayahnya. “ Ayah kan sedang di panggil Allaah,” kata Vira yang saat itu masih 4 tahun. Mendengar itu, rasanya aku malu sekali dihadapan Allaah. Sepertinya anak umur 4 tahun  itu lebih mengenal Rabb nya dibanding aku yang sudah lewat  seperempat abad.


 


“ Ayo Bu Nurul, dikamar saja. Saya sudah siap di bekam. Biar Ade Sabar dengan uyutnya” Suara bunda Vira mengundangku masuk Aku sempatkan mencium kening Sabar sebelum masuk kamar. Bayi 7 bulan itu tersenyum padaku, sepertinya aku sedang melihat indahnya jannah di senyum Sabar. Damainya sampai di jiwa.


 


Selama prosesi Hijamah, seperti biasa ku buka lebar-lebar celah sempit itu. Celah yang selama 8 bulan terakhir ini pasti begitu menyesakkan dada Bunda. Celah yang sering membuatnya kehabisan udara segar untuk bernafas. Bagaimana Bunda bisa bernafas normal sementara suami tercinta mendadak ‘pergi’ tanpa isyarat apapun disaat ia sedang hamil 8 bulan. Ayah Vira terkena serangan jantung, hari itu juga meninggal dunia dalam dekapan isteri tercinta tanpa sempat dirawat di Rumah Sakit. Semua begitu cepat, berakhir begitu saja. Hanya sampai 28 tahun saja, Ayah Vira mengemban amanah-Nya di muka bumi. Waktu yang terlalu singkat. Semoga Allah memberkahi hidup dan matinya.


 


Kubiarkan sedikit demi sedikit celah itu terkuak. Tanpa komando Bunda Vira sudah mulai bercerita, mengalirkan sedikit gundahnya melalui celah itu.


“ Gimana ya Bu Nurul, Ngga ada Ayahnya, Vira sekarang bukannya semakin mandiri. Semakin bergantung pada saya. Tidak mau mengalah pada adenya. Bahkan waktu kemarin Vira dirawat di RS karena DB, saya harus bawa Sabar nginap di RS dan Vira tidak mau pisah dengan saya sampai sulit sekali untuk menyusui Sabar. Waktu itu setiap orang yang tidak kenal kami seperti suster dan dokter pasti menanyakan ayahnya. Sedih, hancur rasanya Bu Nurul.” Bunda Vira menahan ceritanya sesaat, ada beban luar biasa di pundaknya. “ Maaf ya Bu Nurul, kalau diteruskan nanti saya nangis”


 


Ku berikan anggukan kecil, namun celah itu masih ku buka lebar-lebar. Menangislah wahai Bunda, karena air mata itu Allaah ciptakan untuk melerai semua duka dan bebanmu. Untuk menyembuhkan luka-lukamu. Untuk mencabut rasa sakitmu. Untuk membasuh jiwamu yang letih.


 


“ Baru-baru ini Vira sering ingat ayahnya Bu Nurul. Sepertinya Vira sudah mulai memahami bahwa ayahnya di panggil Allaah tapi tidak akan di kembalikan-Nya lagi. Kalau lihat teman-temannya diantar papanya, Vira suka keceplosan pengen diantar ayahnya ke sekolah.” Bunda Vira mulai tersedu lembut. Ujung jarinya menyeka air mata yang jatuh satu-satu di pipinya. “ Apalagi kalau lihat salah seorang papa temennya yang mirip dengan Ayah Vira, Vira jadi sering melamun. Vira bilang, Ayah kalau pake kemeja seperti itu juga pasti gagah,” kali ini Bunda Vira tidak bisa menahan tangisnya. Ku biarkan tubuhnya terguncang dalam tangisnya.


 


Teruslah menangis Bunda, karena air mata itu salah satu hadiah dari Allaah, Rahmaan Rahiim-Nya.


 


Once you have reached the place of tears . . . it begins to shed tears. They flow without strain or effort to soften your heart, to raise your soul up again, to touch His Love and Mercy.


 


 Aku yakin mata air di matamu sudah ratusan kali mengalir deras, membanjiri sajadahmu. Yakinlah Bunda, air mata itu kelak menjadi saksi keridhoan serta keikhlasanmu menerima setiap Qadha dan Qadar atas dirimu dan keluargamu.  Air matamu laksana susu dan madu bagi jiwamu yang melahirkan kesabaran.  Bersyukurlah atas setiap tetes air mata dari-Nya, karena tidak setiap kita dianugerahi air mata sarat makna dan cinta-Nya      


Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. (At-Taubah 9 : 82)


That it is He Who granteth Laughter and Tears; (QS.An Najm (53):43)


 


Sungguh Allaah menjadikan airmata dan tawa itu silih berganti, agar hidup lebih disyukuri…


 


 


 


Mata yang berbinar sejatinya  adalah mata hati, yang sering menangis dihadapan-Nya, yang mampu memandang tidak sekedar dari mata mereka…


 


Ket: *  Bekam = Al-Hijamah


( Pengobatan Thibbun Nabawi dengan mengeluarkan darah kotor )


Bekamer alias Bekam practicioner alias tukang bekam 


 


 


 


 


A Poem for A wife without husband


 


Sometimes we do not feel
like we want to feel
Sometimes we do not achieve
what we want to achieve
Sometimes things that happen
do not make sense
Sometimes life leads us in directions
that are beyond our control


and remember that


though
things may be difficult now
but tomorrow is a new day...


 


 


 


          


 

Thursday, March 22, 2007

Daily Journal



A wife without husband





#1.

March 1st, 2007




Waktu itu adzan dhuhur baru berkumandang, aku baru lepas penatku setelah setengah hari dikelas. Baru satu teguk air  dimejaku menyentuh kerongkonganku saat wanita paruh baya itu tergopoh-gopoh membawa Play Station masuk ke ruang guru. Dibantu bapak mekanik yang juga guru fisika, Play Station yang sekiranya rusak itu ternyata sudah berfungsi lagi dengan satu sentuhan mahirnya.






Bunda Zaqi terlihat lega saat PS yang baru dibelinya sehari lalu sudah bisa dibawa pulang dlm keadaan utuh lagi. Beliau mulai bercerita saat semua mata menyalahkannya karena membelikan mainan candu itu pada putranya.






Ali, putra keduanya sudah berani mencuri uang saku abangnya untuk sewa PS tetangga. Dan itu bukan yang pertama kali. Sebagai single parent Bunda harus menggantikan peran ayah mereka yang meninggal karena kanker 6 bulan lalu.






Saat keduakalinya Ali mencuri, saat itulah kesabarannya lenyap. Dengan gagang sapu, Ali dihajarnya. Wajah bocah kelas 2 SD itu lebam, membiru. Ali tidak melawan, karena dasarnya ia anak yang penurut, dan ia sadar ialah yang bersalah. Ali menangis dalam hati, tak sedikitpun keluar dari mulutnya tentang gagang sapu itu. Pun saat ditanya oleh guru-guru yang menaruh curiga pada biru diwajahnya.






Kalau Ali menangis dalam hati maka bunda menjerit dalam diam. Hatinya sudah tak berwajah. Bagi seorang ibu penderitaan anak adalah sakit sejati yang terasa sampai di sumsum. Maka dua malam itu, bantal tidur mereka selalu basah air mata. Demi cintanya pada sang anak yatim, dalam kesederhanaannya tetap bunda berusaha membeli sinar mata sang buah hati. Maka hadirlah PS itu dgn berbagai cara.






Allah terlalu sayang pada bunda, karenanya cerita tentang tragedy PS ini masih berbuntut. Baru sehari sampai ditangan sang buah hati ternyata PS terjatuh dan rusak . Waktu itu Ali yang masih lugu berteriak “Bunda kok beli buat Ali yang bodol (jelek/rusak) !” Untuk kesekian kalinya hati bunda hancur berkeping-keping. Namun alhamdulillah PS tidak ikut hancur, karena  tangan bapak mekanik yang baik hati masih bisa memperbaikinya.






Bunda Zaqi menutup kisah hari itu dengan mata berkaca-kaca, “Andai bapaknya anak-anak masih ada, ceritanya tidak begini Neng Nurul” suaranya terdengar lirih. Aku hanya bisa memberi senyum termanis, karena semua kata selayaknya menjelma menjadi doa saja, agar Allah menjaga sekeping hati yang telah hancur itu tak padam cahayanya.






Maka Allah mengirim bunda zaqi untukku, agar aku tetap bersyukur.






Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin.. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS Ar-Rahman:29-31)












#2.

March 9th ,2007




Hari ini sungguh hari yang mengasyikan sekaligus melelahkan. Perjalanan 2 jam menyusuri desa Malahayu nan asri, mencium lagi wangi asap kayu bakar, membawaku pada cinta yang tertinggal di dusun babakan. Cinta renta abadi dari almarhum kakekku.






Perjalanan ini sebenarnya sebuah layatan, namun lebih terasa sebagai sebuah nostalgia. Nostalgia biru bagi jiwaku yang merindukan lelaki-lelaki yang seluruh hidupnya menyiramiku dengan cinta dan kasih sayang*. Allah muliakan mereka wahai Rabb yang Rahman Rahiim.






Pulang kembali dalam pelukan 2 buah hatiku adalah kerinduan yang tiada berkesudahan. Usai penat hari ini, selalu bersama mereka kututup lembar harian, belajar, bermain, dan menyatu dalam satu pelukan menjelang mimpi.






Namun Rabb, ampuni aku jika waktu untuk berduaan dengan-Mu menjadi hal termahal karena harus tergadai dengan airmata dan rengekan 2 buah hatiku. Saat asyik bercengkrama dengan surat-surat cinta-Mu, Kau saksikan betapa tak pernah bisa tuntas lembaran mushaf-Mu, karena airmata mereka tak bisa menunggu satu juz saja.






Allah berikan aku ikhlas itu, seberapapun mahalnya biar kugadai seluruh hasratku bermanja pada-Mu. Agar Kau ridho atas diriku, hari ini.









*my grandfather, my beloved father, my husband, my son