Sharing, wife without husband;
Apa iya aku ini istri yang beruntung?
Jum’at siang, adzan dhuhur baru berkumandang. Sekolah tempatku mengajar nampak lengang, siswa pulang lebih awal karena mengejar Jum’atan di masjid. Begitupun dengan guru-guru, tersisa beberapa saja termasuk aku dan ibu-ibu guru yang sudah bersiap go to the pool. Today is Women Day, the pool only for women.
Aku sudah duduk diatas motorku, sudah masuk gigi satu, tinggal tancap gas. Tapi rekanku yang lain masih didalam, terpaksa menunggu sesaat. Di ruang tunggu masih ku lihat Mba Elsa, guru bio asyik dengan game di HP nya. Aku klakson dua kali, Mba Elsa melambai padaku lalu bergegas menghampiriku. “ Sorry nih aku ga ikut renang lagi, nunggu suamiku jemput, ada perlu dengan mertua nih”, Mba Elsa seperti membaca pikiranku.
“It’s oke ko mba, aku juga males sih tapi sudah janji sama anak-anakku mo ngajak mereka berenang hari ini. Pengennya sih mereka jalan-jalan dengan abinya, tapi yaa…mo gimana lagi…abinya
“Yaaa…ga tahu deh…habis piee toooh…Mba nurul sih uenak suami jauh tapi
Statemen Mba Elsa itu membuatku merenung lama. Apa iya aku ini istri yang lebih beruntung daripada Mba Elsa?? Waddduuuuh apa bukan sebaliknya?? Mba Elsa punya suami siaga 24jam, bisa antar-jemput kapanpun, siap berbagi tugas rumah, mendampingi anak-anak dimanapun. Sementara aku? Kemana-mana aku sendiri, antar-jemput anak-anakku, ke bengkel maupun ke pasar, dari memasak sampai mengganti sekring listrik. Suamiku pulang hanya 2-4 kali dalam sebulan. Apa iya aku ini istri yang lebih beruntung?
Seingatku Mba Elsa pernah kehilangan handphone-nya beberapa hari namun tidak mempengaruhi intensitas suaminya menjemput setiap pulang mengajar. Sementara aku, kehilangan handphone-ku satu malam saja…hadduuh rek serasa lepas separuh nafasku!! Laa iyya laah…HP itu
Dan, andai Mba Elsa tahu, waktu suamiku mengabulkan permintaanku untuk bawa kendaraan sendiri…deep down in my heart…it was a great sorrow! Waktu itu aku terkejut juga…kok si mas kasih restu aku dengan mudah hari itu untuk bawa kendaraansendiri . Padahal sudah dari tahun kapan aku merengeknya…yang selalu dijawab sama, “Ga usah mi, abi khawatir dijalan ada apa-apa. Naik kendaraan umum aja, lebih safe untuk ummi dan anak-anak”. Dibalik syukurku, ada airmata. Restu itu membuat hatiku lega sekaligus bercermin, keep on guard! Akhirnya, waktunya tiba…suami tercinta mendidikku untuk benar-benar mandiri. Bergantung hanya pada Allah, karena suami hanya manusia biasa yang siap dipanggil-Nya kapanpun dimanapun.
Dulu, aku sangat meyakini dan merasa sangat benar dengan keyakinanku bahwa manusia boleh bergantung pada manusia yakni hanya seorang bayi pada ibunya dan seorang istri pada suaminya. Namun setelah memasuki tahun ke-8 sebagai seorang istri, aku lebih meyakini bahwa cukuplah Allah saja tempat bergantung. Cukuplah Allah sebagai pelindung dan penolong.
…Sufficient is Allah as a Protector and sufficient is Allah as a Helper.(QS
Namun begitu, fitrah perempuan pasti mengharap bahu seorang lelaki to stand by,somehow!! Dan benar, suamiku mengajariku cinta itu. Cinta yang tidak buta, yang bisa melihat dan membedakan yang haq dan bathil. Cinta yang mampu menahan hawa nafsu, yang mampu memaafkan, dan berpikir bijak. Cinta yang tidak serakah, yang mau berbagi. Maka karena cinta, ku bagi hakku untuk ummat. Infak terbesar ku pada ummat, adalah suamiku…
Jadi, apa iya aku ini istri yang lebih beruntung??! Uggh…statemen itu sungguh menggangguku. Kalau ada yang berpikir aku lebih beruntung, maka ada yang merasa lebih rugi? Begitukah? Do I cost anything to her/them? O My God!! I feel guilty to her…
Sungguh tak pernah sedikitpun terlintas dibenakku siapa istri yang lebih beruntung dariku atau sebaliknya. Karena keberuntungan bagiku punya parameter sendiri…. Bukankah Jannah adalah keberuntungan yang paling tinggi dan nyata? (QS.5:112) dan orang yang beruntung adalah yang timbangan kebaikannya lebih berat? (QS.7:8) serta yang mendapat petunjuk-Nya (QS.2:5).
Sepertinya aku malu sekali kalau dikategorikan istri yang beruntung…aku hanya minta semoga Allah menggolongkanku menjadi istri yang bersyukur… agar aku benar-benar digolongkan-Nya sebagai istri yang beruntung…Amiin.
"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS.31:12)
Tuhan itu sebaik baik tempat pergantungan.
ReplyDeletekeep that spirit...
ReplyDeleteJazzakallah khair akhi....
ReplyDeletewhich spirit should I keep? anyway.....
tdk semua istri bisa memahami perjuangan suaminya, rasa syukur atas apa yg dimiliki dan selalu mendukung perjuangan sang abi dalam berda'wah merupakan semangat yang harus tetap ukhti jaga
ReplyDelete