Showing posts with label marriage. Show all posts
Showing posts with label marriage. Show all posts

Saturday, December 3, 2011

After 12 years...cinta itu tetap ada...

 Hari ini, 3 Desember 12 tahun yang lalu ijab kabul itu diucapkan.

Dengan mahar Ar-Rahman, setengah dien itu digenapkan.

Rasanya baru kemarin ayah menjadi waliku, masih hangat dalam ingatanku ayah menangis saat mahar itu kau ucapkan. Tangis bahagia. Itu 12 tahun yang lalu, namun bahagianya masih terasa hingga hari ini. Alhamdulillah.

Dulu aku hanyalah aku, dan kau adalah kau. Namun sejak hari itu tak ada lagi aku dan kau, yang ada hanya K I T A.

Kita yang belajar mengenal satu sama lain, belajar memahami, belajar mengerti, belajar mencintai, dan tentunya belajar memaafkan. Dan 12 tahun adalah waktu belajar yang tidak sebentar. Melewati setiap fase jatuh dan bangun bersama layaknya seorang anak belajar tertatih-tatih.Tidak mudah, namun selalu berakhir indah.

Selama 12 tahun ini, Allah yang Maha Rahman telah memudahkan setiap ikhtiar kita, mengijabah setiap do'a kita, dan mewujudkan mimpi-mimpi kita. Dan Allah Yang Maha Welas Asih telah menyematkan SAKINAH (ketenangan) dalam biduk rumah tangga kita,menumbuhkan MAWADDAH (cinta yang sejati), dan menghujani dengan WARAHMAH (kasih sayang) yang tak berbatas. Subhanallah, Maka nikmat-Nya yang manakah yang kita dustakan?

Cinta, mari kita menjadi pemimpi yang ahli syukur dan ikhtiar.

Allohumma inni as aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wa hubban yuballighuni hubbak

Ya Alloh, sesungguhnya aku memohon kepadaMu agar tetap mencintaiMu dan mencintai orang yang cinta kepadaMu serta cinta yang mengantarkan diriku untuk semakin mencintaiMu

Sunday, October 9, 2011

Kisah inspirasi untuk para istri dan suami

Rating:★★★
Category:Other

Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjaku kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”

Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Monday, December 1, 2008

Di tahun ke-9, Tumben?!

Start:     Dec 3, '08
Location:     Pasir Kemiri
" Tanggal 3 ya Mi, kita kemana gitu yuuk..."
Waaah ga biasanya nih c abi inget duluan wedding anniversary nya (kemajuan euy...biasana mah leumpeung.com alias cool pisan he..he..)
Duuh beneran niiih...karena nie judulnya tumbenan, jadi sekarang aku yang balik leumpeung.com aaaah....no comment ya bi, ga bisa jawab dulu ajakan abi,mau liat tanggal maennya ajah (lupa lagi ga ya pas due date nya?? hmmmmm...hmmmm let's seee....) ^_^

Thursday, November 20, 2008

Status Janda, hinakah?!

Rating:
Category:Other
"Anak keduanya kabur, sebulan setelah dia punya suami lagi. Beberapa teman sudah dikerahkan untuk mencari. Do'akan ya ummi".

Kabar itu kudengar bagai petir disiang bolong. Meskipun sering hujan beberapa waktu ini tapi tidak ada yang petirnya menghantam macam ini. Baru bulan lalu bahagia rasanya saat mendengar bunda zaqi, rekan kerjaku dulu, sekarang sudah bersuami lagi. Tiga tahun sudah almarhum suami pertama beliau meninggal karena kanker, meninggalkan beliau dengan 3 anak lelakinya.

Aku sempat kagum dan begitu takjub dengan ketegarannya menghidupi ketiga anak lelakinya seorang diri. Menjadi ibu sekaligus ayah bagi ketiga puteranya yang beranjak remaja. Dalam banyak kesempatan beliau sering curhat, airmata tak henti bergulir saat ia bercerita tentang pahitnya berjuang sendiri tanpa suami. Bahkan sebelum aku pindah kerja, terakhir beliau cerita tentang gundah gulananya ingin memiliki pendamping hidup lagi agar hari-harinya tidak lagi terasa berat. Ia ingin bersuami lagi agar tidak ada fitnah sebagai penyandang status janda yang dimasyarakat masih dipandang miring. Ia ingin bersuami lagi, agar kehidupan anak-anaknya lebih baik, dari segi pendidikan maupun sisi ekonomi dan spiritualnya. Ia ingin bersuami lagi, karena ia merasa sebagai perempuan biasa yang lemah, yang berharap ada seorang suami yang akan menguatkan iman islamnya. Terakhir ia menutup obrolannya dengan meminta do'a padaku agar hati tenang, hilang segala keresahannya, dan tidak lagi terbebani dengan status jandanya.

Maka sungguh aku berbahagia kala mendengar beliau telah bersuami, bahkan suaminya pun kukenal sebagai rekan kerja kami dulu. Tetapi, Innalillah, dari semua harapan Bunda zaqi tak satupun tergapai dengan bersuami ini. Bahkan dari semua berita buruk yang menyertai pernikahan mereka, yang terburuk adalah kaburnya putra kedua beliau yang masih kelas 4 SD. Rupanya ini adalah bentuk aksi sang anak atas suami pilihan bundanya yang diharapkan menyelesaikan masalah namun justru menambah masalah.

Putra kedua ini memang berbeda dengan kakak atau adiknya yang cenderung pendiam. Dia lebih berani dan radikal. Namun sejatinya hatinya sangat lembut, sangat sensitif. "Anak keduanya kabur, sebulan setelah dia punya suami lagi. Beberapa teman sudah dikerahkan untuk mencari. Do'akan ya ummi".

Kabar itu kudengar bagai petir disiang bolong. Meskipun sering hujan beberapa waktu ini tapi tidak ada yang petirnya menghantam macam ini. Baru bulan lalu bahagia rasanya saat mendengar bunda zaqi, rekan kerjaku dulu, sekarang sudah bersuami lagi. Tiga tahun sudah almarhum suami pertama beliau meninggal karena kanker, meninggalkan beliau dengan 3 anak lelakinya.

Aku sempat kagum dan begitu takjub dengan ketegarannya menghidupi ketiga anak lelakinya seorang diri. Menjadi ibu sekaligus ayah bagi ketiga puteranya yang beranjak remaja. Dalam banyak kesempatan beliau sering curhat, airmata tak henti bergulir saat ia bercerita tentang pahitnya berjuang sendiri tanpa suami. Bahkan sebelum aku pindah kerja, terakhir beliau cerita tentang gundah gulananya ingin memiliki pendamping hidup lagi agar hari-harinya tidak lagi terasa berat. Ia ingin bersuami lagi agar tidak ada fitnah sebagai penyandang status janda yang dimasyarakat masih dipandang miring. Ia ingin bersuami lagi, agar kehidupan anak-anaknya lebih baik, dari segi pendidikan maupun sisi ekonomi dan spiritualnya. Ia ingin bersuami lagi, karena ia merasa sebagai perempuan biasa yang lemah, yang berharap ada seorang suami yang akan menguatkan iman islamnya. Terakhir ia menutup obrolannya dengan meminta do'a padaku agar hati tenang, hilang segala keresahannya, dan tidak lagi terbebani dengan status jandanya.

Maka sungguh aku berbahagia kala mendengar beliau telah bersuami, bahkan suaminya pun kukenal sebagai rekan kerja kami dulu. Tetapi, Innalillah, dari semua harapan Bunda zaqi tak satupun tergapai dengan bersuami ini. Bahkan dari semua berita buruk yang menyertai pernikahan mereka, yang terburuk adalah kaburnya putra kedua beliau yang masih kelas 4 SD. Rupanya ini adalah bentuk aksi sang anak atas suami pilihan bundanya yang diharapkan menyelesaikan masalah namun justru menambah masalah.

Putra kedua ini memang berbeda dengan kakak atau adiknya yang cenderung pendiam. Dia lebih berani dan radikal. Namun sejatinya hatinya sangat lembut, sangat sensitif.
DISINI Aku pernah posting juga,dulu memang sempat ada tragedi juga yang membuat dia dipukuli bundanya karena mencuri uang kakaknya. Tapi itu semata kenakalan anak-anak, aksi protes memohon perhatian orang tuanya. Dibalik kenakalannya, dia menyimpan luka yang sangat dalam, luka yang tidak bisa dia bagi dengan siapapun kecuali pada bundanya juga pada Allah saja.

Teriring do'a untuk bunda Zaqi, semoga hatimu yang luka tidak kau tularkan pada putra-putramu. Semoga hatimu yang bening mampu menuntunmu menemukan kembali buah hatimu yang hilang, menemukan kembali hari-hari manis bersama anak-anakmu, menemukan kembali cinta sejati Ilahi pada nafas anak-anakmu.

PS: Bunda Zaqi, Lupakah kau pada janji-janji Allah atas dimuliakan-Nya para Janda dan anak-anak yatim?

Tuesday, October 21, 2008

Nanny 911 , Dad should watch!

Rating:★★★★★
Category:Movies
Genre: Kids & Family
Ini reality show yang sarat dengan parenting value. Nie acara favorit setelah Oprah Winfrey, secara "mencerahkan" mindset motherhood.

Acara yang tayang setiap Sabtu dan Minggu di Metro TV ini kadang bikin aku shock juga melihat fenomena keluarga yang "extraordinary ancur" namun bisa berubah total dalam seminggu dengan bantuan Nanny and their rules. Sayangnya Para Nanny ini hanya bekerja dengan hati tanpa menyelipkan unsur keimanan.

The Great team of Nanny 911:
• Nanny Deb - A 20-year veteran of the nanny wars, Deb is creative and energetic, and relies on her sense of humor to deal with difficult situations. Deb's motto is "'I want,' doesn't get."

• Nanny Stella - The outspoken nanny of the group, Stella takes a no-nonsense approach to kid crises. Stella believes children need lots of love - and lots of structure.

• Nanny Yvonne - A firm believer in respect, Yvonne treats kids the way she would like to be treated, and she'll do whatever it takes to keep her charges safe.

PS: Akhirnya sang abi "kejebak" ikutan nonton Nanny 911 edisi sabtu lalu (tentang keluarga Janice yang mengasuh babies nya sebagaimana memelihara Mickey her Piggy). Waktu itu yang beraksi Nanny Iyvone en sang abi amazing banget ngeliatnya, bahkan selepas nonton dibuat resumenya untuk ibu gubernur yang lagi mencanangkan perilaku hidup bersih, duuh sakituna ☺ Hmm belum liat Nanny Deb beraksi ya, she is my Te-O-Pe Be-Ge-Te nanny laah!! Next week bisa nonton bareng lagi ga ya???

Monday, September 22, 2008

Pernikahan Spektakuler itu...akhirnya...

Usai prosesi akad nikah yang sakral itu semua lega, doa berkumandang hingga ke langit ketujuh.

 

 

 

 

Usai penanda tanganan surat nikah, senyum bahagia terpancar. Mempelai pria meski tak melihat dengan mata, namun mata itu memberi kehangatan bagi siapapun yang memandang

 

 

 

 

 

Hati yang selalu mengingat Allah, mudah menangis mendengar nama Allah. Naning, bersyukurlah atas nikmat Allah ini, meski kau yang akan menjadi mata bagi suamimu, meski matanya tak pernah melihat berserinya lesung pipitmu,selamanya kau yang tercantik di hati suamimu



PS: 19 Ramadhan 1429H Naning sahabatku, guru putra-putriku, menjadi wanita pilihan Allah sebagai biji mata yang menghiasi perjuangan seorang ikhwan sholeh yang tak dapat melihat dengan matanya karena glucoma, namun mampu memandang tajam dengan hatinya.
Naning, I luv u...
Barokallahu laka wabaraka alaika wa jamaa bainakuma fii khoir

Saturday, June 28, 2008

Penganten Kutu

Penganten kutu, dunia belum kiamat!

Ini cerita tentang curhatnya sohibiah ku, c nenk geulis tea yang mendadak kutuan dua minggu sebelum hari pernikahannya. Semua persiapan menikah dari mulai undangan, salon, pelaminan, sampai penghulu sudah siap. Bahkan c nenk geulis ini sudah mulai perawatan pranikah sejak jauh-jauh hari. Namun tepat dua minggu sebelum d big day, mendadak dia merasa gatal-gatal dan panas di sekitar kulit kepalanya.

Usut punya usut ternyata kutu dan anak-anaknya sudah beranak pinak. Hwaaaa paniklah c nenk geulis bikin heboh keluarga, secara sebagai anak bungsu everybody knows c nenk ini higienis banget. Selain itu rambut tebalnya yang selalu berjilbab rapi selalu terawat baik. Bahkan dalam sejarah hidupnya yang sudah 27 tahun, baru sekali kutuan itupun saat ia dikelas 3 SD . So, darimanakah gerangan kutu ini berasal?

"Wadduuh mama gimana ini, masa nenk kutuan. Gimana kalo c akang tau, gimana kalo periasnya tau. Atow tamunya tau??? Wadduuuh masa penganten kutuan!!!!" Nenk geulis uring-uringan.

Sang mama dengan tekun metani (nyari kutu) rambut indah c bungsu penuh kesabaran. Seisi rumah pun ikut digeledah (rambutnya) untuk menemukan biang kerok penyebar wabah. CLEAN!! Semua bersih tak ada satupun yang berkutu.

Jadilah c nenk geulis makin senewen. "Ya Allah kok aku aja yang ada kutu? darimana nih, ketularan siswa? masa sih? kan aku selalu berjilbab. ada kutu yang terbang ke jilbab?? Hadduuuh gimana nih???"

Walhasil selama tiga hari berturut-turut sang mama terus metani sampe ke telor-telor kutunya. Dan ajaibnya di hari ke 4 semua kutu-kutu dan barikadenya hilang tak berbekas. GONE!! Melonjaklah c nenk geulis kegirangan waktu sang mama kebingungan karena rambut c nenk mendadak bersih dari kutu, tanpa bekas!!! Kutu yang aneh???!!!!

Pokoe selamat ya nenk ga jadi penganten kutuannya, Tapi meski pun alias andai nenk berkutupun, dunia belum kiamat kok...nyantei aje...akang masih tetep bogoh ka nenk, kita juga ga masalah kok punya sohibiah kutuan...kan baik hatinya, dan sholehah..he..he.. *)

Thursday, June 19, 2008

ketika Allah menjadi alasan paling utama (curhatnya seorang lelaki)

Oleh : Rico Atmaka


Sahabat-sahabat, ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan untuk menikah dan menyegerakannya.

Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan dengan siapa aku akan menikah. Aku tidak banyak bertanya tentang calon istriku, aku jemput dia di tempat yang Allah suka, dan satu hal yang pasti, aku tidak ikut mencampuri ataupun mengatur apa-apa yang menjadi urusan Allah. Sehingga aku nikahi seorang wanita tegar dan begitu berbakti kepada suami.


Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat segala kekurangan istriku. Dan sekuat tenaga pula, aku mencoba membahagiakan dia.

Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka menetes air mataku saat melihat segala kebaikan dan kelebihan istriku, yang rasanya sulit aku tandingi.


Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka akupun berdoa, Yaa Allah, jadikan dia, seorang wanita, istri dan ibu anak-anakku, yang dapat menjadi jalan menuju surgamu. Amin.


Sahabat-sahabat, kalau Allah menjadi alasan paling utama untuk menikah, maka seharusnya tidak ada lagi istilah, mencari yang cocok, yang ideal, yang menggetarkan hati, yang menentramkan jiwa, yang…..yang.

…yang……dan 1000 “yang”……lainnya…..Karena semua itu baru akan muncul justru setelah melewati jenjang pernikahan. Niatkan semua karena Allah dan harus yakin kepada Sang Maha Penentu segalanya.


Sahabat-sahabat, ketika usiaku 25 tahun, aku sudah memiliki niat untuk menikah, meskipun hanya sekedar niat, tanpa keilmuan yang cukup. Karena itu, aku meminta jodoh kepada Allah dengan banyak kriteria. Dan Allah-pun belum mengabulkan niatku.


Ketika usiaku 30 tahun, semua orang-orang yang ada di sekelilingku, terutama orang tuaku, mulai bertanya pada diriku dan bertanya-tanya pada diri mereka sendiri. Maukah aku segera menikah atau mampukah aku menikah? Dalam doaku, aku kurangi permintaanku tentang jodoh kepada Allah. Rupanya masih terlalu banyak. Dan Allah-pun belum mengabulkan niatku.


Ketika usiaku 35 tahun, aku bertekad, bagaimanapun caranya, aku harus menikah. Saat itulah, aku menyadari, terlalu banyak yang aku minta kepada Allah soal jodoh yang aku inginkan. Mulailah aku mengurangi kriteria yang selama ini menghambat niatku untuk segera menikah, dengan bercermin pada diriku sendiri.


Ketika aku minta yang cantik, aku berpikir sudah tampankah aku?
Ketika aku minta yang cukup harta, aku berpikir sudah cukupkah hartaku?
Ketika aku minta yang baik, aku berpikir sudah cukup baikkah diriku?


Bahkan ketika aku minta yang solehah, bergetar seluruh tubuhku sambil berpikir keras di hadapan cermin, sudah solehkah aku?

Ketika aku meminta sedikit….. Ya Allah, berikan aku jodoh yang sehat jasmani dan rohani dan mau menerima aku apa adanya, masih belum ada tanda-tanda Allah akan mengabulkan niatku.


Dan ketika aku meminta sedikit…sedikit. ..sedikit. ..lebih sedikit….. Ya Allah, siapapun wanita yang langsung menerima ajakanku untuk menikah tanpa banyak bertanya, berarti dia jodohku. Dan Allahpun mulai menujukkan tanda-tanda akan mengabulkan niatku untuk segera menikah. Semua urusan begitu cepat dan mudah aku laksanakan. Alhamdulillah, ketika aku meminta sedikit, Allah memberi jauh lebih banyak. Kini, aku menjadi suami dari seorang istri yang melahirkan dua orang anakku.


Sahabatku, 10 tahun harus aku lewati dengan sia-sia hanya karena permintaanku yang terlalu banyak. Aku yakin, sahabat-sahabat jauh lebih mampu dan lebih baik daripada yang suadh aku jalani. Aku yakin, sahabat-sahabat tidak perlu waktu 10 tahun untuk mengurangi kriteria soal jodoh. Harus lebih cepat!!! Terus berjuang saudaraku, semoga Allah merahmati dan meridhoi kita semua. Amin.










Sunday, May 11, 2008

Sehatkah pernikahan tanpa pertengkaran? ( Sebuah refleksi n sharing do'a )

 “ Mawar merekah sebab langit menangis”(Rumi)

Dalam postingan sebelumnya, seluruh respon yang ada bernada prihatin atas kasus yang mendera beberapa sahabatku yang tengah diuji Allah dengan pertengkaran dalam pernikahan masing-masing. Diantaranya bahkan ingin mengakhiri pertengkaran demi pertengkaran itu dengan perceraian, Naudzubillah...

Pernikahan yang dibangun atas dasar iman dan kecintaan pada Rabbul Izzati selayaknya tak akan pernah karam oleh badai sedahsyat apapun. Selayaknya ia semakin kokoh dan tegar karena teruji melampaui setiap badai dengan kekuatan iman dan cinta yang belum tentu dimiliki oleh setiap pasangan.

Pertengkaran merupakan keniscayaan dalam sebuah pernikahan. Ia bertumbuh seiring waktu, yang menjadikan dua manusia, berbeda namun beriringan dalam harmony. Pertengkaran adalah sebuah bentuk dari komunikasi. Bicaralah, bertengkarlah dengan etika humanis. Kelak ia menjadi kenangan manis yang menjadi madu yang merekatkan pernikahan. Ia menjadi guru kehidupan agar semakin bijak memanajemen konflik. Ia menjadi pupuk bagi tumbuh suburnya cinta. Ia menjadi kerikil penguat agar ikatan itu semakin kokoh. Tanpanya, pernikahan bukan apa-apa, ada namun tak bernyawa. Bukankah tercatat dalam sejarah pernikahan Rasulullah maupun para sahabatnya tak lepas dari unsur yang manusiawi ini? Hey, surga itu tidak murah bukan?

Dimalam kesekian refleksi atas sms-sms dan email panjang serta chatting berairmata itu, akhirnya dapat juga formula yang pas untuk di share nih. Dari bukunya mba Izzatul jannah, setelah Diary pengantin, Mengeja cinta dalam nama-Nya.

Sedikit saran bagi para suami:

  • Wanita membutuhkan perhatian dan romantisme

  • Biarkan wanita mengeluarkan emosinya

  • Wanita membutuhkan “telinga” untuk mendengarkan dan memahaminya

  • Jangan tinggalkan dirinya sendirian saat bermasalah

  • Saling menyesuaikan harapan

  • Memahami perasaan tidak selalu berarti fakta

Sedikit saran bagi para isteri:

  • Pria membutuhkan penghargaan

  • Pahamiah pria perlu sesekali pergi menyendiri

  • Pria perlu dipahami saat ia asyik dengan pekerjaannya

  • Siapkanlah mental pria saat memintanya mendengar

  • Berlatihlah menunda mengungkapkan perasaan

  • Mengenali kapan pria siap mendengar

  • Katakan bahwa mengeluh bukan berarti menyalahkannya

Ada yang mau menambahkan?

Nikmati langit yang menangis, dengan itu wanginya mawar tercium sempurna.

Verily, with every difficulty there is relief.(QS. Alam nasyrah:6)



May 10th, 2008

Pojok kamar negeri di awan

Kadang dengan pertengkaran itu, pernikahan terasa lebih hidup dan indah,

karena kita tidak sekedar meraih bahagia namun juga mendamba surga

Terkenang episode ’tears in heaven’ sudah hampir 3 tahun berlalu,

jadi rindu liat marahnya d’beloved husband and his pinch on my nose 

 

Beberapa Doa Dalam al Qur'an

1. Doa untuk keselamatan dan diberikan kebaikan dunia dan akhirat

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 Artinya: "Ya Tuhan, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta selamatkanlah kami dari siksa neraka." (QS. Al-Baqarah: 201).

 2. Doa agar diberikan Husnul Khâtimah (akhir yang baik)

رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آَمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآَمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ رَبَّنَا وَآَتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ.

Artinya: "Ya Tuhan sungguh kami telah mendengar seruan yang menyeru kepada iman: "Barimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kami pun beriman. Ya Tuhan, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, serta matikanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbuat kebajikan. Ya Tuhan, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul-Mu, dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari kiamat nanti. Sungguh Engkau sama sekali tidak akan pernah menyalahi janji." (QS. Âli Imrân: 193-294).

3. Doa Nabi Adam dan Hawa setelah keduanya berbuat kesalahan

ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفرلنا لنكونن من الخاسرين 

Artinya: "Ya Tuhan, kami telah menganiaya dm kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami serta memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Al-A'râf 23).

4. Doa Nabi Ibrahim untuk kebaikan keluarga

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

Artinya: "Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami berikanlah ampunan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)." (QS. Ibrâhîm: 41-42).

5. Doa ashabul kahf agar diberikan kemudahan

رَبَّنَا آَتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا 

Artinya: "Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini." (QS. Al-Kahfi: 10).

6. Doa Nabi Musa agar mendapatkan kelapangan hati

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي 

Artinya: "Ya Tuhan, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah segala urusanku, dan lepaskanlah kekakuan lidahku, agar mereka mengerti perkataanku." (QS. Thâha: 27)

7. Doa Nabi Zakariya agar mendapat keturunan yang baik

رَبِّ لا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ 

Artinya: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidupku seorang diri, dan Engkaulah pewaris yang paling baik." (QS. Al-Anbiyâi': 89).

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ 

Artinya: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sungguh Engkau Maha Pendengar doa." (QS. Âli 'Imrân: 38).

8. Doa agar terlepas dari tipu daya syetan

رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ 

Artinya: "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung pula kepada-Mu, ya Tuhan kami dari kedatangan mereka kepadaku." (OS. Al-Mukminûn: 97-98).

9. Doa Nabi Sulaiman ketika mensyukuri nikmat Allah

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ 

Artinya: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu-bapakku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai, serta masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih." (QS. Al-Naml: 19).

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Artinya: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu-bapakku, dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai, serta berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan kepada anak cucuku. Sungguh aku bertaubat kepada-Mu, dan sungguh aku adalah termasuk golongan orang-orang yang berserah diri." (QS. Al-Ahqâf. 15).

10. Doa agar diberikan keluasan rizki

رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ


Artinya:
"Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu serta peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam sorga yang telah Engkau janjikan kepada mereka dari orang-orang shalih di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sungguh Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari balasan kejahatan. Sebab orang-orang yang Engkau pelihara dari pembalasan kejahatan pada hari itu, sungguh telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. Al-Mukmin: 7-9)

 

 

Friday, May 9, 2008

Sehatkah pernikahan tanpa pertengkaran?

"aku mau minta cerai aja rul!" suara sahabatku bergetar menahan tangis. Ini sudah curhat yang ketiga kalinya dalam seminggu dari teman yg berbeda. Semua hampir dengan modus yang sama, pertengkaran dengan suami yg berakhir tanpa solusi. Ujung-ujungnya sang istri minta cerai. Naudzu billahi min dzalik. Pertengkaran dalam pernikahan,bukankah sejatinya adalah pembelajaran untuk menjadi lebih harmony?