Meski begitu intensitas aku menangis saat kecil kurasa tidak sehebat 4 tahun belakangan ini, saat aku sudah menjadi wanita dengan 2 orang anak.
Ku akui kedekatanku dengan ayah menguatkan satu sisi kepribadianku. Sebagai his only daughter, ikatan emosional kami begitu erat mungkin karena ayah begitu memanjakanku ( sampai sering membuat ibu cemburu, rival kuat nih mom piss he..he..)
Ayah begitu perkasa bagiku, lelaki hebat yang selalu ada untukku. Tak pernah kuingat ayah bisa marah padaku kecuali saat mengajariku mengaji (secara kelakuan anak kelas 3SD bawaannya pengen maen mulu).
Masih terkenang jelas saat ayah tak bisa menjadi wali nikahku karena ayah tersendat-sendat menangis karena bahagia. Terngiang jelas kata-kata ayah pada suamiku sebulan usai pernikahan, bahwa suamiku harus mampu menjagaku, karena sejak lahir aku dijaga untuk terjauh dari segala nestapa, begitu katanya.
Duhai ayahku, tak perlu kau katakan apapun setiap orang akan mampu membaca dimatamu, kau begitu sayang padaku, tak ingin aku terluka, tak ingin aku menangis.
Andai waktu dapat diputar kembali, aku akan minta pada Allah sehari saja lagi menjadi putri kecil ayahku. Ingin bermanja lagi dibahunya yang bidang, bergelantungan ditangannya yang kokoh, bercanda dan tertawa lagi bersama. Andai aku bisa...
Sungguh aku ingin dengan bangga mengenalkan ayahku pada anak-anakku sebagai lelaki hebat perkasa yang berhati pualam. Sayang, Stroke yang menyerang ayah 4,5 tahun lalu (tepat dua minggu sebelum aku melahirkan putri keduaku) telah melumpuhkan tangan dan kaki kanannya.
Alhamdulillah setelah empat setengah tahun berlalu ayah sudah mulai recovery, mulai bisa melakukan kegiatan bantu diri (makan, mandi dan berpakaian sendiri meski tangan dan kakinya tak kembali sempurna).
Meski begitu bagiku ayah tetap lelaki hebat itu, tak akan pernah berubah meski ayah pun tak sama lagi dengan yang dulu.Ayah yang perkasa telah kehilangan kepercayaan diri. Ayah lebih senang dirumah, sama sekali tak mau lagi bepergian. Ayah jadi lebih senang menyepi, sendiri ( bahkan saat putri semata wayangnya memohon agar ia ikut mengantarnya pindahan ke bandung, ia hanya menjawab dengan senyum. Tak bergeming.
Tentu saja itu menghancurkan perasaanku. Kami tinggal dikota yang berbeda, yang pastinya membatasi perjumpaan kami. Maka wajarlah jika setiap malam aku merinduinya, menangisinya. Bahkan bukan setiap malam saja, tapi setiap kusebut namanya aku akan langsung tersedu. Tak kuasa mengingati sorot matanya yang telah layu, yang memandangiku serta putra-putriku dengan air mata menggantung di pelupuk matanya. Seakan ingin berkata, "maafkan, ayah tak bisa apa-apa, tak bisa menjaga kalian seperti dulu."
Duhai ayah penjagaanmu masih terasa bagiku, bagi kami. Karena bukankah sebaik-baik penjaga adalah Allah, dan doa-doa ayah sejatinya telah menjadi perisai kami. Selamanya kami bangga pada ayah. Maafkan kami yang tak mampu membahagiakan ayah.
Father of Mine
Father,
You were always there
To help me through
The rain and snow.
To stand by me
And hold my hand,
To give advice
And understand.
With hugs galore
And when in need,
A bunch of laughs
So good indeed.
You love me
Because I am your child.
Always eager and willing to be
The best father you can be.
Through my eyes, I clearly see
That you were always there
And you always will be.
Father,
You were always there
To help me through
The rain and snow.
To stand by me
And hold my hand,
To give advice
And understand.
With hugs galore
And when in need,
A bunch of laughs
So good indeed.
You love me
Because I am your child.
Always eager and willing to be
The best father you can be.
Through my eyes, I clearly see
That you were always there
And you always will be.
a poem dedicated to a daughter's father whose love and care has enlightened a daughter's appreciation.
Growing up, I was fortunate enough to have a loving father who always supported me. With unfortunate occurrences, such as divorce or even death, many of my young childhood friends never had the privilege of having a typical father figure in their lives like I did. Often these children depended upon friends and others for personal support, but growing up without a father is especially tough. As I grew older, I learned to appreciate everything that my father had done for me, because it was hard work and devotion to put our family where we are today. Many children are inappreciative and must realize that it is not a right to have a loving father, but a privilege and an honor
episode#1 : Saat seorang ayah menangis ia seperti pohon tua dihantam badai
PS. Ayah jangan menangis lagi agar setiap kupanggil nama ayah akupun bisa tegar
@_@ . . . . T_T
ReplyDeleteHiks..hiks...
ReplyDeleteayah..........dalam hening ku rindu...
ReplyDeletenamun kerinduan hanya tinggal kerinduan
anakmu kini banyak menanggung beban...........
Lagu favorit niih...
ReplyDeleteNyanyi aah...
Ayaaaah.... *)
Lagu favorit niih...
ReplyDeleteAyaaaah.... *)