Thursday, June 23, 2011

Habis ditolak terbitlah tenang

Rating:
Category:Other
Di era globalisasi ini lapangan kerja sangatlah sempit. Pemangkasan tenaga kerja terjadi diberbagai perusahaan maupun ladang bekerja lainnya. Namun Alhamdulillah sejak duduk di bangku kuliah semester 2 aku sudah bekerja di lembaga kursus. Sehingga pasca diwisuda aku sudah punya penghasilan tetap sebagai guru disebuah yayasan swasta dengan proses yang tidak sulit.

Aku sangat menikmati pekerjaanku sebagai guru TK saat itu. Namun orangtuaku yang notabene Pegawai Negeri Sipil memiliki harapan semua anak-anaknya bekerja juga sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kakakku sejak kuliah sudah berstatus ikatan dinas sehingga langsung menjadi PNS saat lulus kuliah. Maka selanjutnya adalah giliranku yang menjadi harapan orang tuaku untuk mewujudkan impian mereka.

Setiap ada pembukaan lamaran PNS di bidang pendidikan, ibuku akan menelponku dengan penuh semangat untuk memotivasiku mengajukan lamaran. Awalnya aku menolak dengan halus. Aku dan suami berpandangan bahwa untuk berjuang di jalan Allah tidak harus menjadi PNS. Bahkan kami sangat prihatin mendengar berita banyak masyarakat yang tertipu mulut manis oknum yang menjanjikan kursi tertentu sebagai PNS. Ada yang mengeluarkan 40 smpai 100 juta demi melancarkan prosesnya. Ada yang menyiapkan segala bentuk sesajen sebagai ritual yang disarankan paranormal bahkan ada yang mau mentato wajahnya ( http://ummif2.multiply.com/reviews/item/57 ) demi diterima sebagai PNS. Masyarakat seperti terhipnotis dengan ‘nikmat’nya menjadi PNS. Padahal PNS bukan jaminan orang jadi kaya, jadi sejahtera, apalagi masuk surga. Bukan. Namun masyarkat meyakini bahwa satu-satunya pekerjaan yang jauh dari resiko PHK adalah PNS ditambah jaminan pensiunan hingga akhir hayat.

Dengan segala upaya ibu dan ayahkuku terus mendorong kami untuk menjadi PNS. Maka dalam rangka berbakti, birrul walidain, setiap tahun kami mengikuti seleksi penerimaan CPNS. Diawali tahun 2001 kami mencoba di kotamadya Bandung, namun gagal. Tahun 2002 kami melamar di Kabupaten Bandung dan Subang, namun ditolak juga. Tahun berikutnya di Kabupaten Garut, namun bernasib sama. Setiap kami melamar kami selalu mendapat panggilan untuk Test tulis, namun tidak pernah lolos seleksi tahap selanjutnya. Namun Subhanallah setiap usai melamar dan ditolak, hati ini selalu semakin tenang, semakin mensyukuri nikmat Allah, semakin tak ada beban. Jika buku Kartini berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang, maka sloganku habis ditolak terbitlah tenang.

Hingga melamar yang ke 6 kalinya di kota Cirebon aku baru diterima. Saat itu aku sudah punya 2 orang anak, dan saat test tulis aku hanya ingat Allah, ingat ayah ibuku, serta kedua anakku, tak ingat sedikitpun materi yang diujikan. Sehingga kejutan besar bagi kami saat menemukan namaku tertera di koran sebagai CPNS untuk posisi guru SMP. Tak disangka, tak diduga, habis diterima terbitlah senang


Sunday, June 19, 2011

Mengikat makna hidup: UN dan Fenomena langka membaca

Hasil UN SMP tahun ini di kota Bandung ternyata paling rendah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dan menurut data, fenomena ini berulang setiap tahun. Ada apa dengan Bahasa Indonesia hingga pencapaian terendah hasil UN justru pada pelajaran Bahasa Indonesia yang notabene sebagai bahasa ibu mereka? Yang mengherankan justru perolehan nilai  Bahasa Inggris lebih baik daripada nilai Bahasa Indonesia mereka.

Aku yakin jawabannya bukan karena bahasa Inggris lebih mudah, atau metoda pengajaran Bahasa inggris lebih baik, bukan sama sekali bukan. Tapi karena rendahnya minat baca siswa, sehingga ketika bertemu banyak wacana dalam soal UN tentunya siswa gagap menjawab pertanyaan. Dan analisa ini ternyata dibenarkan beberapa temanku, guru-guru Bahasa Indonesia. Miris sekali.

Aku tidak bias menyalahkan siapapun dalam hal ini karena untuk cinta membaca bukan hasil sulap satu malam. Namun sebuah hasil proses pembiasaan menahun. Berawal sejak dikandung ibu, maka kebiasaan ibu membaca menular pada janin. Berlanjut saat masa golden age, pembiasaan mengakrabi buku tentu sebuah proses menuju cinta membaca. Hingga dimasa sekolah dasar, sekolah menengah , dan seterusnya buku bukan barang asing lagi, membaca menjadi sebuah kebutuhan jiwa, sebuah refreshing yang menyenangkan.

Karena itu ketika UKK hari pertama puteriku,Fathiyya tidak buka buku karena merasa sudah percaya diri menaklukan soal-soal UKK, aku sangat keberatan. Bukan keberatan dengan rasa percaya dirinya, tapi bagiku jauh lebih penting proses dia usaha  ‘menggauli ‘ bukunya daripada nilai UKK nya. Tidak penting hasil akhirnya, karena pada prosesnya dia mendapat banyak hal dari sekedar nominal nilai.

Lalu pada hari kedua UKK saat akan belajar Fathiyya sampai menangis Bombay, dua matanya sembab karena menangisi pelajaran bahasa Arab yang menurut analisa abinya dia tidak percaya diri karena belum hafal banyak kosakatanya. Dibantu pun tidak bisa karena dia sibuk menangis. Sedih sekali melihatnya. Sedih melihat puteri kecilku kalah sebelum bertanding. Usut punya usut, dia punya ketakutan tidak bisa dapat rangking lagi. Oalaaah….

Malam itu kusampaikan pada puteriku, bahwa ia tidak harus menjadi yang terbaik tapi ia harus berusaha yang  terbaik yang ia bisa. No matter how  the score is, the most important is the effort. Bahkan kusampaikan padanya, meski dapat nilai nol sekalipun tidak masalah asalkan kita sudah belajar, sudah berusaha yang terbaik. Ayo semangat membaca yayu sayaaang…berapapun nilainya diatas kertas, tidak bisa mengalahkan nilai (=value) membaca (=belajar) yang diperoleh. Makna belajar tidak bisa diukur dengan nilai diatas kertas, karena IQ yang dianugerahkan Allah berbeda untuk setiap hambaNya.

Alhamdulillah baby Falisya sudah cinta membaca sejak kecil, mengikuti jejak kakak-kakaknya nih. 










Setiap pagi ikut baca Koran seperti abinya.

 Setiap maghrib ikut baca Iqra dengan kaka dan yayuknya. Bahkan saat mandi pun ia senang membaca.

 Kalau sedang tantrum, dengar kata ‘kita baca buku Dora yuuuk…’ langsung deh tenang lagi…he..he..

Monday, June 13, 2011

Aku dan anak-anakku




Tahun ini aku di amanahi menjadi walikelas 8C, ini adalah foto bersama mereka sebelum kenaikan kelas. Sebenarnya ini foto di studio yang kedua kalinya setelah yang pertama aku gagal berpose karena harus rapat dinas tepat diwaktu yang telah ditentukan. Akhirnya kita foto bersama lagi deh...

Satu tahun bersama kelas 8C ini banyak suka dukanya mengingat kelas 8C terkenal kelas special pake telor he..he.... Kelas 8C paling terkenal dengan cerewetnya, aktifnya, dan truoble makernya he..he...Meski begitu mereka kelas yang solid sesuai moto mereka : We Stand Together , meski beberapa kali dapat sanksi karena kesolidannya tidak piket sepulang sekolah he..he...

I love you All 8C

Tuesday, June 7, 2011

abi masuk TV




Ini waktu abi masuk TV kesekian kalinya, namun tetap bikin Fathiyya, my girl bingung giman caranya he..he...